Al-Raqim dan Kisah 3 Pemuda: Sebuah Penafsiran yang Berbeda

Al-Raqim dan Kisah 3 Pemuda: Sebuah Penafsiran yang Berbeda

Kata Al-Raqim berangkat dari firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi yang berbunyi:

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَٰبَ ٱلْكَهْفِ وَٱلرَّقِيمِ كَانُوا۟ مِنْ ءَايَٰتِنَا عَجَبًا

Artinya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? (Q.S Al-Kahfi :9)

Al-Raqim seringkali diartikan sebagai nama gunung atau lembah tempat gua Ashabul Kahfi berada; nama desa; atau nama anjing Ashabul Kahfi (Tafsir Baidhawi: 1998, 273)

Para Mufassir memang berbeda-beda dalam menafsirkan lafadz Al-Raqim, namun pendapat mayoritas meyakini Al-Raqim adalah hal yang masih berkaitan dengan Ashabul Kahfi.

ar-rakim, ashabul kahfi
sumber: wordpress.com

Walaupun begitu ada beberapa Mufassir yang berpendapat bahwa Al-Raqim tidak berkaitan dengan kisah Ashabul Kahfi, salah satunya disajikan dalam tafsir Baidhawi.

Dalam Tafsir Baidhawi, dikisahkan Ashabul Raqim adalah tiga pemuda yang akan kembali ke keluarganya masing-masing, namum di perjalanan mereka terjebak hujan sehingga mereka berlindung di dalam gua, pada saat bersamaan sebuah batu jatuh dan menghalangi pintunya.

Baca juga:

Seorang laki-laki di antara mereka berkata: “Silahkan  mengingat amal baik apa yang pernah kalian kerjakan kemudian mintalah kepada Allah agar Allah menganugerahkan kasih sayang kepada kita dengan barokah amal baik yang telah kita kerjakan.”

Kemudian salah satu dari mereka mengatakan: “Aku pernah mempekerjakan para buruh. Suatu hari pada siang bolong seorang laki-laki datang kepadaku, ia bekerja menyelesaikan sisa pekerjaan para buruh, kemudian aku memberinya upah seperti upah yang kuberikan kepada para buruh yang lain.

Namun saat itu salah satu di antara para buruh marah dan mengeluh, kemudian buruh tersebut berlalu meninggalkan upahnya, aku berinisiatif meletakkan upahnya di samping rumahku. Setelah sekian lama dari kejadian itu, aku berjalan melewati pedagang daging sapi, aku membeli sepotong daging sapi itu menggunakan upahnya.

Tak berselang lama, datang seorang lelaki  tua renta yang sudah tidak aku kenali, “aku memiliki hak darimu” ujarnya, kemudian ia menyebutkan hak dari upah yang belum ditunaikan sehingga aku mengetahui siapa laki-laki tersebut. Pada akhirnya aku memberikan semua daging tersebut kepadanya.

“Ya Allah apabila aku melakukan itu semua karena mengharapkan rida-Mu, maka lapangkanlah (urusan) kami.“ kemudian batu itu retak sehingga mereka yang ada di dalamnya dapat melihat seberkas cahaya.

Pemuda kedua berkata: “Di dalam diriku terdapat keutamaan. Suatu ketika orang-orang tertimpa kemelaratan, datanglah kepadaku seorang perempuan dengan meminta kebaikan dari diriku, kemudian aku berkata, ‘Serahkanlah dirimu padaku.’ Namun perempuan itu abai dan berlalu.

Kemudian perempuan itu menjelaskan kepada suaminya apa yang telah alami. Sang suami berkata, “Responlah permintaannya dan bantulah keluargamu.” Kemudian perempuan itu datang lagi bersedia memasrahkan dirinya kepadaku.

Namun ketika aku bermaksud kepadanya, tiba-tiba dia menjerit, “Apa yang terjadi padamu?” tanyaku. “Aku takut pada Allah.” Jawab perempuan itu. Aku berkata kepadanya, “Aku takut kepada Allah hanya dalam keadaan susah saja, tidak dalam keadaan senang.”

Kemudian aku meninggalkannya dan memberikan apa yang dia minta. “Ya Allah apabila aku mengerjakan hal tersebut karena semata ingin ridha-Mu, maka lapangkanlah (urusan) kami”. kemudian batu itu terbelah sehingga mereka bisa melihat satu sama lain.

Baca juga:

Dan pemuda yang ketiga berkata: “Aku memiliki orang tua yang tua renta, dan aku memelihara kambing yang biasa kuberi makan dan minum. Pada suatu ketika di tempat gembala aku terjebak hujan yang menyebabkan aku tidak bisa kemana-mana hingga menjelang petang,  selepas itu aku kembali kepada keluargaku dan segera mengambil wadah perah susu kemudian aku memerahnya.

Aku mendatangi kedua orang tuaku yang saat itu sedang tertidur pulas, berat rasanya untuk membangunkannya dan aku memilih menunggunya bangun sembari memegang wadah susu itu. Saar waktu subuh datang dan keduanya terbangun, aku memberi minum keduanya. “Ya Allah apabila aku melakukan ini semata karena mengharapkan rida-Mu, maka lapangkanlah (urusan) kami.”

Kemudian Allah membuka seluruh penutup goa itu, dan keluarlah mereka. (Tafsir Baidhawi: 1998, 274)

Kisah di atas merupakan kisah dari penafsiran kata Al-Raqim yang berbeda dari kisah Ashabul Kahfi. Namun kisah tiga pemuda ini adalah nukilan dari riwayat israilyat atau sebuah kisah yang bersumber dari kaum Yahudi dan Nasrani (Tafsir Baidhawi: 1998, 13) Wallahu a’lam.

Baca juga:

Editor: Nur Hanik

Kana Hanifah

Kana Hanifah

Kana Hanifah

Pegiat Ilmu Al-Qur'an Tafsir, Santri Al-Munawwir

4

Artikel