Bolehnya Tenaga Medis Covid-19 Melaksanakan Sholat Lihurmatil Waqti (Menghormati Waktu) dengan Tanpa Wudhu dan Tayamum

Bolehnya Tenaga Medis Covid-19 Melaksanakan Sholat Lihurmatil Waqti (Menghormati Waktu) dengan Tanpa Wudhu dan Tayamum
Steril: Penyemprotan disinfektan di tempat ibadah. (Foto: The New York Times)
Steril: Penyemprotan disinfektan di tempat ibadah. (Foto: The New York Times)

Oleh: Ust. Muhammad Yunan Roniardian, M.Sc.

Dalam keadaan darurat, petugas medis yang menggunakan APD (alat pelindung diri) diperbolehkan melaksanakan jama’ taqdim maupun ta’khir sebelum mengenakan APD dan berinteraksi dengan pasien Covid-19.

Jika tidak memungkinkan untuk melaksanakan sholat jama’ taqdim maupun takhir, petugas medis yang menggunakan APD (alat pelindung diri) boleh menjalankan shalat meskipun dalam keadaan hadats (tidak suci), karena tidak dapat melaksanakan wudhu atau tayamum, tidak bisa sujud, badan/ pakaian yang terkena najis, dan lain-lain. Petugas medis dapat melaksanakan sholat semampunya untuk menghormati waktu shalat (sholat li hurmatil waqti).

Dalam kitab al-Jami’ al-Shahih yang lebih dikenal dengan Shahih al-Bukhari (7/106), ada sebuah hadis yang menceritakan tentang beberapa sahabat yang ditugasi oleh Nabi Muhammad Saw untuk mencari kalung Sayidah ‘Aisyah yang hilang. Sejatinya itu kalung Sayidah Asma tapi dipinjam oleh Sayidah ‘Aisyah, dan hilang. Setelah lama mencari akhirnya mereka menemukannya, tapi ketika itu waktu sholat hampir habis dan tidak ada air untuk mereka wudhu (ayat tayammum belum turun ketika itu). Sehingga mereka sholat tanpa thaharah – dalam keadaan tidak suci. Lalu kembali ke Nabi Saw dan melaporkan apa yang mereka lakukan, dan Nabi Saw tidak menyalahkannya.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ أَسْمَاءَ قِلَادَةً فَهَلَكَتْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي طَلَبِهَا فَأَدْرَكَتْهُمْ الصَّلَاةُ فَصَلَّوْا بِغَيْرِ وُضُوءٍ فَلَمَّا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَكَوْا ذَلِكَ إِلَيْهِ فَنَزَلَتْ آيَةُ التَّيَمُّمِ (صحيح البخاري (16/ 148)

Artinya: “Dari Aisyah radhiallahu anha, bahwasanya beliau meminjam kalung dari Asma, lalu kalung tersebut hilang. Maka Rasulullah menugasi sejumlah orang di kalangan sahabatnya untuk mencarinya. Lalu tibalah waktu salat sehingga mereka salat tanpa wudhu. Ketika mereka datang menghadap Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam maka mereka mengeluhkan hal tersebut kepada beliau. Lalu turunlah ayat tayamum” (H.R. Al-Bukhari)

Prinsip ini dikuatkan dengan ayat-ayat umum yang mengajarkan bahwa Allah tidak ingin menyusahkan hamba-Nya. Allah berfirman,

{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ}

Artinya: “Allah menginginkan kemudahan untuk kalian dan tidak menginginkan kesulitan untuk kalian” (Al-Baqoroh; 185)

Baca Juga: Korban Wabah Covid-19, juga Mati Syahid

Selain itu, Imam Nawawiy dalam kitabnya Al Adzkar menjelaskan bahwa :

أما إذا لم يجد الجُنبُ ماءً ولا تُراباً فإنه يُصلِّي لحُرمة الوقت على حسب حاله (الأذكار للنووي ت الأرنؤوط (ص: 11)

Adapun jika orang yang junub itu tidak menemukan air atau tanah, maka dia tetap salat untuk menghormati waktu sesuai dengan kondisinya” (Al-Adzkar lil Imam An Nawawiy, hlm 11)

ومن لم يجد ماء ولا ترابا يصلي لحرمة الوقت

Bagi orang yang tidak bisa mendapatkan (terhalang menggunakan) air atau debu maka tetap bershalatlah, sekedar untuk menghormati waktu. [ Raudhah at-Thoolibiin juz I/ hal 26 ].

Namun, shalat tanpa berwudhu dan bertayamum memiliki konsekuensi hukum yang masih diperselisihkan. Ulama madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah mewajibkan mereka untuk tetap mengulang shalatnya di lain waktu yang memungkinkan. Tetapi ulama Madzhab Malikiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa mereka tidak wajib untuk mengulang shalatnya lagi.

حكم فاقد الطهورين : 41 – فاقد الطهورين هو الذي لم يجد ماء ولا صعيدا يتيمم به ، كأن حبس في مكان ليس فيه واحد منهما ، أو في موضع نجس ليس فيه ما يتيمم به ، وكان محتاجا للماء الذي معه لعطش ، وكالمصلوب وراكب سفينة لا يصل إلى الماء ، وكمن لا يستطيع الوضوء ولا التيمم لمرض ونحوه .فذهب جمهور العلماء إلى أن صلاة فاقد الطهورين واجبة لحرمة الوقت ولا تسقط عنه مع وجوب إعادتها عند الحنفية والشافعية ، ولا تجب إعادتها عند الحنابلة ، أما عند المالكية فإن الصلاة عنه ساقطة على المعتمد من المذهب أداء وقضاء

Orang yang tidak mendapati sarana untuk bersuci baik berupa air atau debu seperti saat ia dipenjara dan tidak mendapati salah satu dari keduanya, atau ditempat najis yang tidak ia dapatkan debu untuk bersuci sementara air yang ada dibutuhkan untuk dahaganya orang yang bersamanya, orang yang sedang disalib atau berada diperahu yang tidak dapat meraih air dan seperti orang sakit yang tidak mampu menjalani wudhu atau tayammum sebab sakit atau semacamnya, maka mayoritas ulama mewajibkan hukum shalat baginya sekedar penghormatan terhadap waktu.

Hukum kewajiban shalat tidak semata-mata gugur baginya namun baginya wajib untuk mengulangi shalat yang ia kerjakan dalam kondisi demikian menurut kalangan Hanafiyyah dan Syafi’iyyah, sedang menurut kalangan hanabilah tidak wajib mengulangi shalatnya. Menurut pendapat yang mu’tamad (dapat dijadikan pegangan) dikalangan Malikiyyah seseorang yang dalam kondisi diatas shalatnya gugur dan dalam pendapat lainnya wajib menjalani dan mengqadhainya. [ Al-Mausuuah al-Fiqhiyyah 14/273 ].

Kewajiban mengulang shalat itu diperoleh dari keterangan Mazhab Syafi’i perihal kewajiban orang yang menjalankan shalat lihurmatil waqti (menghormati waktu) untuk mengulang shalatnya bila sudah dalam kondisi yang memungkinkan.

Kewajiban mengulang shalat di lain waktu didasarkan pada kesementaraan kesibukan yang dialami oleh dokter dan tenaga medis pasien Covid-19 yang hanya terjadi pada saat wabah dan tidak dijadikan kebiasaan/ jarang terjadi.

وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ (المجموع شرح المهذب (3/ 242)

“Jika waktu sholat wajib telah tiba, sementara mereka sedang melakukan perjalanan dan khawatir jika singgah turun ke tanah untuk melakukan salat menghadap kiblat nanti akan ketinggalan rombongannya, atau khawatir keselamatan dirinya, atau khawatir keselamatan hartanya, maka tidak boleh meninggalkan salat itu dan mengeluarkan salat itu dari waktunya, tetapi yang benar dia harus salat di atas kendaraan untuk menghormati waktu dan wajib untuk mengulanginya karena itu hanyalah uzur yang jarang terjadi” (Al-Majmu’; juz 3 hlm 242)

Semoga Allah SWT membalas kebaikan para petugas medis yang merawat pasien Covid-19 dengan selalu mendapatkan belaian kasih sayangNya, pahala yang berlimpah, serta terampuninya segala kekhilafan yang diperbuat.

Amiin yaa mujiib as saailin

 

______

Editor: Khansa Syaridah

 

Ust. Muhammad Yunan Roniardian, M.Sc

Ust. Muhammad Yunan Roniardian, M.Sc

Ust.M.Sc

23

Artikel