Almunawwir.com – Bagi orang yang masih hidup, melakukan kebaikan di dunia adalah keharusan yang diharapkan bisa mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya sendiri dan orang di sekelilingnya.
Serta manifestasi rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberi kehidupan. Lantas bagaimana kebaikan-kebaikan yang ditujukan untuk orang yang sudah mati.
Apakah akan sampai manfaatnya pada mereka yang sudah berada di alam kubur?
Diriwayatkan dari Sufyan yang mendengar dari Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda:
إن أعمال الأحياء تعرض على عشائرهم وعلى آبائهم من الأموات فإن كان خيرا حمدوا الله تعالى واستبشروا وإن يروا غيرذلك قالوا: اللهم لاتمتهم حتى تهديهم هداية
“Sesungguhnya amal perbuatan orang yang masih hidup akan ditampakkan pada teman-teman akrab mereka, pada nenek moyang mereka yang telah mati.
Jika perbuatan kalian berupa kebaikan, maka nenek moyang, kerabat-kerabat kalian akan memuji. Jika nenek moyang, kerabat-kerabat kalian melihat selain kebaikan.
Maka mereka akan berdo’a: Ya Allah, jangan Engkau mematikan cucu-cucuku yang melakukan kemaksiatan sampai Engkau memberikan mereka petunjuk dengan sebenar-benarnya.”
Baca juga:
Hadis di atas relate dengan sebuah kisah yang lahir di zaman tabi’in. Dikisahkan dari seorang bernama Tsabit al-Bunnani (seorang tabi’in) yang melakukan ziarah kubur.
Di sana Tsabit bermunajat kepada tuhannya hingga waktu subuh. Saat sedang bermunajat ia mengantuk. Kemudian dalam tidurnya Tsabit al-Bunnani melihat para ahli kubur keluar dari kubur mereka dengan pakaian yang bagus dan wajah yang mencorong.
Lebih dari itu, pada tiap-tiap mereka dihidangkan makanan yang bermacam-macam.
Di saat yang bersamaan, Tsabit al-Bunnani terheran-heran dengan seorang pemuda yang berpenampilan sangat berbeda dari semua orang-orang tadi. Berbaju lusuh, wajah pucat, rambutnya acak-acakan, hatinya murung, air matanya mengalir dan tertunduk lesu sendirian.
Tsabit al-Bunnani tidak bisa menebak mengapa pemuda itu tidak ikut serta rombongan yang sedang berpesta tadi?
Saat perjamuan mewah para ahli kubur tersebut usai, mereka kembali ke dalam kubur dengan keadaan gembira, sedang sang pemuda yang sendirian terlihat putus asa dan sedih.
Bertanyalah Tsabit pada pemuda tersebut, “Hai anak muda! Mengapa mereka semua bersenang-senang dengan banyak hidangan dan kembali ke dalam kubur dengan riang gembira, sedang dirimu tidak?”
Sang pemuda menjawab, “Wahai pemimpin orang-orang muslim, aku ini orang yang terasing, karena tidak ada orang yang mengingat dan melakukan kebaikan untukku, juga tak ada yang mendoakanku.
Dan mereka semua yang bergembira itu memiliki anak, kerabat, dan teman-teman yang beramal baik, bersedekah dan mendoakan untuk mereka. Sehingga pada setiap malam Jum’at sampai pada mereka kebaikan-kebaikan dan ganjaran dari sedekah yang diatasnamakan mereka.”
Baca juga:
Belum selesai, pemuda malang ini melanjutkan ceritanya bahwa ia memiliki ibu yang sudah menikah lagi tak lama setelah ia meninggal dunia. Begitu cepat sang ibu melupakan anaknya dan tidak pernah berkirim do’a maupun bersedekah untuk anaknya.
Singkat cerita, Tsabit al-Bunnani menawarkan diri untuk datang dan mengabarkan pada ibu si pemuda agar menyedekahkan harta warisan milik si pemuda sejumlah 100 mistqal perak yang tersembunyi dalam saku ibunya.
Seketika sang ibu pingsan mendengar penuturan Tsabit al-Bunnani tentang nasib puteranya di alam kubur. Setelah sadar ibu si pemuda langsung menyerahkan harta warisan tersebut pada Tsabit al-Bunnani untuk disedekahkan atas nama si pemuda.
Pada malam Jum’at berikutnya, Tsabit kembali berziarah ke makam tersebut. Seperti biasa ia bermunajat kepada Tuhannya, lalu ia mengantuk lagi.
Kemudian ia kembali melihat si pemuda yang kemarin terasingkan, namun saat ini pakaian dan penampilan sang pemuda berbalik menjadi indah. Wajah dan hatinya menjadi gembira seperti para ahli kubur lain di makam tersebut.
Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa kebaikan di dunia yang ditujukan untuk ahli kubur maka akan sampai kepada yang dituju. Tahlil, selamatan, sedekah dan hal baik lainnya. Wallahu a’lam.
Sumber: Disarikan dari Kitab Al-Mawa’id al-Ushfuriyyah oleh Ust. Yunan Roni dalam Pengajian Kitab Posonan Ramadhan 1444 H di PP Al-Munawwir Krapyak