Almunawwir.com-Tepat beberapa pekan lalu isu-isu mengenai persampahan kian beredar kembali di berbagai media sosial. Berita terakhir yang dulu pernah menjadi sorotan utama oleh masyarakat adalah ketika TPA Piyungan ditutup kembali atas keputusan pemerintah DIY. Hal ini disebabkan adanya aktifitas pembuangan sampah yang begitu masif, maka dampak dari persoalan tersebut adalah penumpukan sampah yang kini telah melebihi kapasitas.
Selain itu, faktor lain dari terjadinya permasalahan tersebut tidak lain dari adanya keterbatasan masyarakat dalam memahami sebuah pengetahuan terhadap persampahan. Sehingga apa yang telah digunakan oleh masyarakat pada akhirnya hanya akan menjadi sesuatu yang sudah tidak lagi bernilai.
Padahal lebih jauh dari itu, sampah dalam bentuk apapun dapat diolah kembali hingga menjadi barang yang bermanfaat. Akan tetapi, permasalahannya adalah melalui cara apa masyarakat dalam meningkatkan pemahaman terhadap isu-isu demikian. Oleh sebab itu, Satgasyi hadir sebagai bagian dari sebuah jalan alternatif dalam menjawab terhadap polemik polemik tersebut.
Pada tanggal 7 januari 2024 Satgasyi didirikan setelah melalui proses beberapa pertimbangan yang selayaknya dilakukan. Bersama santri-santri Asy-Syathibi (Komplek T Al-Munawwir) dengan seikat tujuan yang sama pada akhirnya membentuk sebuah komunitas Satgasyi sebagai wadah dalam memberikan edukasi mengenai persampahan.
Satgasyi sendiri merupakan sebuah kata singkatan yang terdiri dari “satgas” dan “asy-syathibi”. Tidak hanya itu, Satgasyi tercipta melalui visi dan misi yang jelas, yaitu visi “memberdayakan sampah” kemudian misi “bersihkan, berdayakan, cuankan”. Artinya, setiap sampah yang sudah tidak lagi digunakan kami berusaha untuk memberdayakannya dengan menjadikan dari yang sebelumnya tidak bernilai hingga kemudian memiliki harga untuk bisa dijual kembali.
Dengan begitu, sampah dapat lebih bermanfaat dan menjadi barang sustainable yang dapat diolah dengan jangka waktu yang panjang. Selain itu, karena Satgasyi berbentuk sebuah startup maka beberapa rencana yang akan kami lakukan adalah bekerja sama dengan entrepreneur dalam produk produk lokal yang mengutamakan nilai-nilai kepedulian terhadap pengolahan sampah.
Dan jauh lebih dari itu, beberapa pusat tempat pengolahan sampah, seperti “pasti-angkut kupas” dan “PSM (pengelolahan sampah mandiri) akan selalu melakukan dialog dengan Satgasyi dalam tujuan untuk memperkuat jalinan hubungan visi misi mengenai pengolahan sampah yang lebih bermanfaat.
Lanjut, Satgasyi berdiri di bawah naungan lembaga pesantren oleh karena itu Satgasyi juga menjadi sebuah ruang pengabdian dari santri kepada guru. Dengan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan selama proses tersebut. Karena bagaimanapun juga ada banyak hal untuk bisa melakukan proses ngabdi kepada guru.
Baca Juga:
Satu di antaranya adalah melalui Satgasyi tepatnya dengan jalur persampahan. Satgasyi memberikan ruang bagi santri-santri yang mau mengabdi atau takzim kepada guru dengan menggunakan jalan yang berbeda. Setiap santri yang bergabung harus dalam keadaan yang matang. Sebab, dalam proses menjadi bagian dari Satgasyi santri siap mengorbankan pikiran, hati dan tenaga.
Santri juga harus senantiasa untuk selalu sabar dalam menjalani proses tersebut. Kelapangan hati, kesabaran diri, penerimaan terhadap situasi dan kondisi adalah kunci utama yang selalu dipegang sebagai pondasi dalam menjadi Satgasyi. Dengan demikian, harapannya apa yang dilakukan selama memberdayakan sampah adalah bagian dari proses untuk membersihkan hati atau seperti dawuh dari Bu Nyai “ngopeni sampah diniatke ngersi’i ati”.
Untuk infromasi selengkapnya mengenai perkembangan Satgasyi bisa dicek di media kami @Satgasyi (Instagram).
Penulis: Muwadhoful Akmal (@Muwadhoful)
Editor: Redaksi