Santri Milenial Melek Digital

Santri Milenial Melek Digital


Oleh: Irfan Asyhari*

Pesantren dan pondok memiliki peran sangat penting dalam pembentukan tradisi dan ortodoksi Islam Asia Tenggara yang dikenal sebagai ‘Islam wasathiyah’. Pembicaraan tentang Islam wasathiyah juga menemukan momentum ketika berbagai paham transnasional yang cenderung literal dan ekstrim memasuki wilayah Muslim Asia Tenggara.

Perkembangan dan perubahan dalam dunia pendidikan Indonesia umumnya, tak bisa tidak juga mempengaruhi pendidikan Islam, khususnya pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di kawasan ini. Tak kurang pentingnya, dinamika perkembangan Islam di tingkat global sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan pesantren. Mempertimbangkan berbagai perubahan, perlu penyesuaian perspektif, paradigma dan tipologi tentang pesantren. Di sini juga dapat terlihat kontinuitas dan perubahan pesantren sekaligus relevansi dan peluangnya untuk internasionalisasi guna pengembangan Islam Wasathiyyah secara global untuk realisasi Islam rahmatan lil ‘alamin.

Dulu, tantangan pesantren hanya sebatas era konvensional. Dimana pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional untuk tafaqquh fi al-din dalam halaqah melalui metode pembelajaran bandongan dan sorogan. Dalam perkembangannya, metode pembelajaran berubah menjadi klasikal dengan lebih banyak ceramah dari guru atau kiai. Dalam masa kontemporer, pembelajaran kemudian juga menggunakan medium teknologi informasi, sehinggga kiai dan guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Namun sekarang berkonversi menuju digital. Generasi santri modern yang didominasi kaum digital tentu tantangan zamannya berbeda. Zaman milenial sekarang didominasi “Generasi Y” (generasi yang lahir di atas tahun 1980 an – 1997) yang merupakan era generasi pasca “Generasi X”.

Generasi milenial, juga sudah selesai karena sekarang eranya sudah “Pascamilenial” yang dikenal “Generasi Z” (generasi yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 sampai 2014). Usai “Generasi Z”, sekarang sudah mulai datang “Generasi Alfa” (generasi yang lahir setelah tahun 2010 dengan usia paling tua adalah anak-anak usia 5 tahun).Generasi Z juga jadi orang-orang terakhir yang lahir di abad 20. Sesuai namanya, huruf Z pada generasi ini membatasi mereka dengan generasi berikutnya: orang-orang abad ke-21.

Generasi Y, Z, dan Alfa sama-sama hidup dan dibesarkan di dunia maya. Hampir semua kegiatan mereka dibentuk dan digantungkan pada teknologi modern. Mulai dari urusan sandang, pangan dan papan sampai kebutuhan domestik lainnya. Dalam pesantren juga sama, semua berkonversi ke dalam gelombang digital. Baik itu aspek fisik di pondok pesantren, maupun non-fisik berupa kurikulum, model, metode, media dan bahan pembelajaran.

Generasi Alfa itu bisa berarti “Alfatihah” atau “Alfabet”. Alfatihah merupakan “Ummul Kitab” dan surat pembuka di Alquran. Sementara “Alfabet” merupakan pertanda melek aksara, literasi dan bebas buta huruf. Alfa secara bahasa juga disebut nama huruf pertama abjad Yunani yang berarti juga yang pertama dan permulaan.

Masalahnya, “Generasi Alfa” ini benar-benar generasi pertama dalam mempelopori perubahan, melek literasi, atau sebaliknya? Sebab, generasi santri era kini memiliki kecenderungan hidup manja, tidak mandiri karena kehidupan di pondok sudah bergeser dengan banyaknya fasilitas-fasilitas modern. Pertama, dari segi aturan, santri dulu haram membawa ponsel, laptop, radio, bahkan sepeda motor. Namun era modern, hal itu justru terbalik karena ponsel, laptop, dan alat modern lainnya menjadi pelancar pembelajaran.

Kedua, pembelajaran dengan sistem “ngaji” yang dulu hanya sekadar “sorogan” dan “bandongan”, saat ini sudah bergeser modern seperti sekolah atau kuliah pada umumnya. Ketiga, jika dulu mengaji harus membawa kitab kuning, sekarang banyak pesantren yang cukup membawa gawai yang berisi ratusan e-book kitab kuning. Keempat, adanya fasilitas pembelajaran berbasis digital, lab bahasa, menjadikan santri tidak merasakan kehidupan pesantren yang sebenarnya.

Adanya kitab-kitab kuning berbasis digital menjadikan santri tidak lagi menulis terjemah atau “makna gandhul” di kitab tersebut, baik yang nadhom maupun yang syarah. Pola seperti ini menjadikan santri kurang mandiri bahkan dimanjakan dengan fasilitas. Hari ini santri juga hidup di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari. Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Internet punya aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar.

Seorang santri dalam menghadapi dunia digital telah dituntut untuk melakukan perlawanan berbagai informasi keagamaan yang tidak sesuai dengan dunia santri. Mereka sudah seharusnya melakukan Islamisasi dalam artian yang sebenar-benarnya lewat dunia digital. Tantangan santri generasi alfa hadir secara alamiah karena hampir semua santri yang sekarang belajar, mulai dari jenjang SD/MI sampai SMA/MA, hidup dalam gelombang internet. Mereka dengan mudah mencari informasi dan mengunduh kitab-kitab kuning secara gratis di dunia maya itu. Hari sangat jarang ditemukan santri yang menghafal, menulis, membeli kitab, dan belajar lebih tekun dengan kiai karena semua dengan mudah bisa diakses di internet.

Maka dunia pesantren perlu mempesiapkan para santrinya untuk menguasai dunia digital dengan bijak, jika tidak maka orang lain yang akan mengisinya. Tentu saja sesuai dengan ideologi dan pandangan yang mereka miliki. Jangan sampai kita ketinggalan dan hanya menjadi obyek atau konsumen teknologi saja. Bagaimanapun juga, banyak sektor telah terdisrupsi karena perkembangan teknologi digital. Saatnya kita mengambil peran dalam kemajuan teknologi ini.
_________
Sumber :
Amir Mahmud, Pesantren dan Pergerakan Islam, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Drs. Amir Faisol, Mpd. Tradisi Keilmuan Pesantren, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Achmad Mukafi Niam, Menyiapkan Santri Hadapi Revolusi Industri 4.0, NU Online
Nuri Farikhatin/Fathoni, Di Era Digital, Santri adalah Orang-orang Pilihan, NU Online

*Santri Komplek CD Pondok Pesantren Almunawwir

Irfan Asyhari

Irfan Asyhari

IrfanAsyhari

8

Artikel