Almunawwir.com-(21/12) Pembacaan Burdah dalam rangka memperingati Haul KH. Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad ke-85 kali ini bertepatan pada kamis malam jumat. Para santri dari beberapa komplek berdatangan dengan penuh harapan berkah dan antusias tinggi dalam muhasabah diri (self recharge). Malam yang penuh khidmat, rasa wujud cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW muncul beriringan pada bentuk ta’dzim para santri kepada guru dan masyayikh pendahulu.
Baca Juga:
Sama halnya dengan kecintaan Imam Al-Bushiri kepada Rasulullah SAW yang menjadi pengarang dari syair-syair yang biasa kita sebut dengan sholawat burdah. Hingga qasidah ini menjadi bacaan rutin di pondok pesantren dan kalangan masyarakat umum.
Sholawat Burdah ini dikarang oleh Imam Abu Abdillah Al-Bushiri pada abad ke-7 H. Berawal dari cerita beliau sakit lumpuh dan tidak bisa melakukan apapun. Kemudian beliau menulis pujian indah kepada Nabi dengan harapan agar diberi kesembuhan dan dapat syafaat dari kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika, beliau bangun tidur dalam kondisi sehat dan banyak orang menghampiri. Ternyata orang-orang tersebut ingin dibacakan syair yang berbunyi “aminn tadzakkuri jiranin”. Setelah Imam Bushiri membacakan syair tersebut, banyak masyarakat yang mengambil berkah dari sholawat itu. Selain itu juga sebagai wasilah agar diberi kesembuhan dari penyakit. Hal ini ditegaskan kembali oleh beliau bahwasannya bait yang ada dalam qasidah ini murni untuk bertawasul kepada Rasulullah SAW.
KH. Muhtarom Busyro mengawali pembukaan acara ini dengan pembacaan tawassul kemudian dilanjutkan pembacaan Qosidah Burdah yang dipimpin oleh vokal hadrol Al-Munawwir. Acara berlangsung begitu khidmat. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil yang dipimpin oleh KH. Fairuzi Afiq dan doa oleh KH. R. Abdul Hamid bin Abdul Qodir.
Sedangkan Mauidhoh Hasanah disampaikan oleh KH. Zaky Muhammad Hasbullah. Beliau ngendikan bahwa dari majelis burdah ini kita dapat mengingat Nabi Muhammad dan mukjizat terbesar beliau yaitu Al-Quran. kalau mengingat Al-Quran juga ingat Almukarrom Mbah Munawwir bin Abdur Rosyad. Dari mengingat itu semua, kita bisa merefleksi diri dan mengucapkan terimakasih karen dapat mengikuti beliau (gandulan).
Ketika dibacakan kalimat اهدنا الصراط المستقيم. Yaitu jalan orang-orang yang engkau beri nikmat. Kalimat itu ditekankan maksudnya adalah nikmat islam, iman, dan jalan yang engkau beri nikmat dari orang yang engkau beri nikmat yaitu kanjeng Nabi Muhammad. Kita harus kembali kepada orang yang mengajarkan pada AlQuran. Tanpa Mbah Munawwir, tak akan ada yang kumpul dalam majelis ini. Hal ini menjadi hujjah (persaksian) kita nanti di hari akhir. Hari dimana setiap orang akan dipanggil bersama imamnya masing-masing. Saat itu, kita dapat menjawab bahwa kita ikut Mbah Munawwir.
Agar kita dapat diakui sebagai santri Mbah Munawwir, seyogyanya kita mengenal siapa itu Mbah Munawwir dan bisa mngambil amalan dari beliau sebagai tanda bukti bahwa kita gandulan Mbah Munawwi Zumaroh ila jannatillahi ‘azza wajalla. Aamiin.
Pesan terakhir dari pengisi acara ini yaitu mengutip pesan dari Mbah Munawwir yang berbunyi : “Seyogyanyalah engkau menghadiahkan berkah surat alfatihah kepada segenap muslimin yang masih hidup, terlebih ketika ditimpa bahaya atau berperangai buruk, barangkali dapat menjadi obatnya Sebagaimana guru saya KH. Cholil Bangkalan berpesan kepada saya, fatihahlah kepada para muslimin muslimat yang masih hidup dan yang sudah meninggal, khususnya kepada guru – guru dan para masyayikh. Jangan lupa memberi fatihah, biar tambah nyambung dan nyantol kepada beliau”.
Semoga dari acara ini, dapat mengisi kembali hati yang kosong oleh tipu daya dunia, dan membuat kita semakin mengenal sosok Mbah Munawwir.
Editor: Redaksi