Yogyakarta – Seni Bahagia Menghafal Al-Qur’an; Penulis: Ahmad Khoirul Anam; Penerbit: Elex Media Komputindo, Agustus 2021; Tebal: iv + 178 halaman
Almunawwir.com-Menghafal Al-Qur’an merupakan seni mendekatkan diri kepada Allah yang sangat indah. Tidak ada satupun bacaan huruf per huruf yang bernilai ibadah kecuali Al-Qur’an. Mungkin menghafal bukan satu-satunya cara untuk menikmati Al-Qur’an, tetapi ketahuilah bahwa menghafal adalah cara cepat dan tepat untuk mendorong diri mencintainya.
Ada sebuah ungkapan dari seorang ulama “Jika kita hendak berbicara dengan Allah SWT maka dirikanlah shalat, tetapi jika kita menghendaki Allah SWT yang berbicara dengan kita, maka bacalah Al-Qur’an”.
Ada sebuah buku yang cukup menarik membahas tentang seni menghafal Al-Qur’an karya Ahmad Khoirul Anam. Buku tersebut tersaji dalam 3 bagian dan berjumlah 154 halaman. Pertama, Menyiapkan Bekal, yaitu mengenal terlebih dahulu Al-Qur’an dan membangun kesadaran bahwasanya semua bisa menghafal Al-Qur’an.
Kedua, Menempuh Perjalanan; di antaranya bagaimana sih cara memulai menghafal Al-Qur’an?, bagaimana sih cara menjaga ketika kita sudah mendapatkan hafalan itu?, bagaimana agar bisa menikmati muraja’ah, tantangan apa bagi seorang penghafal Al-Qur’an.
Ketiga, Bertahan Dalam Badai, maksud dari bertahan dari badai bukan bertahan dalam badai ketika di tengah laut tidak ada pertolongan, maksudnya yaitu bagaimana kita bertahan istiqamah dalam menjaga Al-Qur’an, segala rintangan, tantangan, selalu kamu terjang untuk menggapai cintanya Allah. Mungkin saya akan sedikit mengulas dari buku ini untuk menjadikan referensi utama dalam tulisan ini.
Sungguh mulia, tidak ada yang lebih utama dan tinggi derajatnya daripada seseorang yang setiap harinya melantunkan bacaan Al-Qur’an. Allah Swt, pernah mewahyukan kepada Rasulullah Saw, bahwa seandainya wahyu ini diturunkan kepada gunung, gunung pasti akan hancur karena tak sanggup. Wajar saja gunung bisa hancur karena gunung hanyalah makhluk yang fana. Bagaimana dengan hati manusia, yang bisa lebih kokoh dari pada gunung.
Bagi para penghafal mungkin tidak asing dengan hadis, “Seseorang yang menyibukkan hari-harinya bersama Al-Qur’an sampai lupa berdo’a, tanpa meminta pun Allah akan memberikan yang lebih baginya”.
Para ulama membagi do’a menjadi dua bagian, do’a al-mas’alah yaitu do’a yang berbentuk permintaan sebagaimana do’a yang telah kita pahami, dan do’a al-ibadah, yaitu do’a yang bentuknya berupa ibadah. Artinya, seluruh kegiatan ibadah yang kita lakukan setiap hari merupakan permintaan. Seperti, kita sholat atau membaca Al-Qur’an, kita melakukan karena kita ingin mendapat rahmat Allah dan dijauhkan dari azabnya.
Allah telah berjanji akan memberikan kemudahan seseorang yang belajar Al-Qur’an, dalam firmannya (Q.S. al-Qomar ayat 17, 22, 32, dan 40)
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
Dan sungguh, telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran.
Sebagian ulama menafsirkan al-dzikr yang berarti hafalan. Maka, Allah memudahkan kita dalam menghafal. Seringkali kita termotivasi dari ucapan sesama manusia, lantas mengapa kita yang dimotivasi langsung oleh Allah tidak semangat?. Padahal Allah sudah menyebutkan sampai 4 kali dalam surah al-Qamar, dan awal lafadznya yaitu laqadd yang artinya sungguh (taukid).
Allah berjanji akan memudahkan, tetapi mudah juga bukan berarti cepat, mudah yang dimaksud dalam ayat ini yaitu diberikannya semangat untuk terus menghafal, lama waktu yang dibutuhkan tidak menjadi masalah, yang terpenting kita mau berusaha sampai kelak dipanggil Allah.
Ketika kita berada di dalam lingkungan orang-orang penghafal Al-Qur’an, kita akan merasakan yang namanya iri dengan orang yang hafalannya lebih cepat dari kita, padahal jam menghafalnya sama, itulah yang membuat kita pesimis dan berfikir apakah Allah tidak menghendaki diriku untuk menghafal kalamnya?.
Jangan pernah berfikir seperti itu, berfikirlah bahwa aku di tempat sama dengan orang itu, berarti aku juga bisa sampai selesai seperti orang itu. Karena ketika kita sudah di dalam lingkungan penghafal Al-Qur’an berarti Allah telah memilih kita sebagai penghafal Al-Qur’an. Maka dari dulu saya selalu menanamkan bahwa bukan seberapa cepat, namun seberapa kuat ia akan bertahan.
Terkadang beberapa orang mempunyai alasan karena kesulitan dalam membagi waktunya. Tidak bisa membagi waktu untuk menghafal adalah suatu problem bagi para penghafal, karena dengan kesibukannya yang berbeda-beda.
Semisal ada orang bilang, “Saya, pagi sampai sore bekerja dan hanya tersisa waktu di malam hari” atau “Saya sekolah dari pagi sampai sore lalu malam mengerjakan tugas”. Alasan ini sangat wajar karena kita diberikan tubuh yang memiliki batasan untuk beraktivitas. Namun kalau kita sudah memutuskan untuk menghafal Al-Qur’an, seharusnya kondisi semacam ini tidak menjadi alasan untuk melemahkan semangat kita.
Merasa tidak pantas karena banyak dosa juga tidak bisa menjadi alasan. Jika tubuhmu kotor apa yang kamu lakukan? Ya, mandi. Kenapa kamu tidak mengatakan “Saya tidak pantas mandi karena saya terlalu kotor”. Begitulah analoginya. Justru kalau kita merasa banyak dosa, seharusnya segera kembali kepada Al-Qur’an.
Dari yang telah dipaparkan di atas, saya juga berada dalam fase itu, pagi, siang, hingga malam tak lepas dari kegiatan belajar. Namun itu semuanya tidak menjadi alasan saya untuk berhenti menghafal Al-Qur’an. Waktu sekolah pagi sampai sore itu tidak mesti penuh, pasti ada jam istirahat ataupun jam kosong dan malam juga tidak selalu mengerjakan tugas. Maka dari itu gunakan waktu kosong sebaik mungkin untuk menghafal Al-Qur’an.
Baca Juga:
Metode Menghafal Al-Qur’an
Metode menghafal Al-Qur’an sangat banyak dan beragam-ragam. Ada yang menghafal dengan visual, gerakan, talqin, gambar, membaca berulang-ulang dan masih banyak metode lainnya. Tentu, semua metode menghafal sangat baik.
Titik fokusnya bukan pada metode apa yang bagus. Tetapi metode apa yang sesuai. Terkadang metode yang kita pakai belum tentu sesuai dengan orang lain. Tetapi ada yang lebih penting dari metode, bahkan metode apapun tidak akan berjalan lancar kalau masih mengabaikannya yaitu jangan pernah sandarkan kepada kemampuan diri sendiri.
Mengandalkan kemampuan diri dalam menghafal menimbulkan sifat sombong. Jangan sampai sekalipun, sedetik pun, bahkan sekejap mata pun, usahamu kau sandarkan pada diri sendiri, tetapi sandarkan seluruh usaha kerasmu hanya kepads Allah Swt.
Selanjutnya, muraja’ah adalah kunci sukses menghafal Al-Qur’an. Banyak orang yang hanya sekedar pernah hafal Al-Qur’an 15, 20 atau bahkan 30 juz. Tetapi ketika ditanya hafalannya ia hanya terdiam, karena Allah sudah menghilangkan hafalannya. Allah tidak akan rela hafalan itu tetap ada di dalam hati kita, jika kita tidak pernah bersungguh-sungguh muraja’ah untuk menjaga hafalan.
Pernah hafal bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, justru malu karena dia sekedar pernah hafal. Artinya ia pernah dikasih kepercayaan oleh Allah untuk menjaga Al-Qur’an, namun karena kelalaiannya, ia gagal mempertanggungjawabkannya.
Setiap orang pasti mempunyai waktu yang nyaman untuk ziyadah ataupun muraja’ah. Ketika kamu sudah mendapatkan waktu yang tepat maka istiqamahlah dalam waktu yang telah kamu tetapkan. Sepengalaman saya, jika kita ziyadah atau murajaah di waktu lain, kita akan malas dan terasa sangat lama saat proses menghafal.
Sebenarnya kapan saja waktunya bagus, cuma kembali lagi bahwa setiap orang pasti mempunyai waktu yang nyaman dan sesuai. Sebagian penghafal menjadikan hafalan sebagai beban dan menargetkan muraja’ah hanya untuk kelancaran, karena itulah yang membuat kita tidak bisa menikmati setiap huruf per huruf Al-Qur’an.
Jika kita mempunyai mindset seperti ini maka harus diubah, bahwasannya kita muraja’ah karena kecintaan kita terhadap Al-Qur’an, dan yang dikejar bukan hanya sekedar kelancaran, melainkan yang kita kejar adalah cinta Allah.
Jika kita melakukan muraja’ah secara terburu-buru maka yang mendapat hafalan hanya bibir kita, sedangkan jika kita muraja’ah secara perlahan-lahan maka hafalan ini akan tertancap pada pikiran, hati, dan bibir.
Kesimpulan
Menghafal Al-Qur’an merupakan seni mendekatkan diri kepada Allah yang sangat indah, mungkin ini bukan satu-satunya jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi dengan menghafal kita akan lebih cepat mendekatkan diri kepada Allah. Banyak rintangan dan tantangan bagi seorang penghafal, tetapi jika kita masih di jalan yang benar Allah akan selalu memudahkan semuanya.
Waktu adalah salah satu yang harus dikorbankan dalam menghafal Al-Qur’an. Karena bagi para penghafal Al-Qur’an jika tidak muraja’ah dalam satu atau dua hari saja ia akan lepas. Hafalan Al-Qur’an itu ibarat kita memegang belut, maka jika kita tidak berhati-hati ia akan mudah lepas.
Tidak mudah namun juga tidak sulit, semua bergantung pada diri masing-masing. Mendapatkan cinta terhadap Al-Qur’an itu tidak mudah, harus istiqamah, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Tetapi ketahuilah bahwa cinta yang tidak pernah mengecewakan itu bernama Al-Qur’an.
Referensi:
Anam, Ahmad Khoirul, Seni Bahagia Menghafal Alquran, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2021.
Penulis: Fikri Zakaria
(Santri Madrasah Huffadh 1)