
Almunawwir.com – Bincang alumni menjadi acara melepas kerinduan bagi Alumni Pondok Pesantren Ali Maksum lintas angkatan. Selain untuk melepas kerinduan terhadap suasana krapyak, bincang alumni juga menjadi nostalgia bagi keluarga dan murid-murid Kiai Ali yang pernah dididik langsung oleh beliau.
Bertajuk “Bincang Alumni: Kisah Kasih Santri Kinasih Mbah Ali” acara ini digelar pada hari Sabtu (04/01/2020) selepas Dhuhur di halaman Asrama Sakan Thullab Yayasan Ali Maksum.
Ibu Nyai Hj Ida Rufaida Ali dalam sambutannya mewakili tuan rumah, beliau yang merupakan putri terakhir Kiai Ali bernostalgia bahwa dulu ketika beliau haid saat sebelum menikah, beliau merasakan nyeri haid yang luar biasa seperti orang melahirkan. Hingga pada suatu hari hal tersebut sampai membuat beliau pingsan.
Kiai Ali yang mengetahui hal tersebut akhirnya bertanya kepada istrinya perihal putrinya yang pingsan. Istrinya pun menjawab bahwa putri bungsunya tersebut kerap kali ketika datang bulan datang, ia akan mengalami nyeri haid yang luar biasa. Seolah tak percaya, Kiai Ali yang mengganggap putrinya masih kecil terkejut ketika mengetahui bahwa putrinya sudah mengalami haid.
“Padahal waktu itu saya sudah kuliah. Seandainya waktu itu saya tidak ketahuan Kiai Ali haid, pasti saya tidak segera dinikahkan oleh Kiai Ali”, tawa Ibu Nyai Ida.
Acara bincang alumni ini dimoderatori oleh Dr. Ali Muhsin. Beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang yang merupakan alumni Pondok Pesantren Ali Maksum tahun 1988. Beliau menuturkan bahwa Ibu Nyai Ida Rufaida Ali merupakan putri kinasih Kiai Ali. Hal ini diperlihatkan dengan anggapan Kiai Ali yang mengira bahwa Ibu Nyai Ida selalu berumur 15 tahun (dianggap selalu masih kecil).
Terdapat 5 pembicara yang bertugas mengisi bincang alumni. Pertama KH Ihsanuddin. Beliau merupakan santri Kiai Ali yang mahir dalam berbahasa Arab karena beliau lulusan Iraq. Lalu ada KH Suadi Abu Umar. Beliau meupakan murid Kiai Ali yang dulunya tidak bersekolah akan tetapi menjadi seorang kiai.
Baca Juga: Manaqib Simbah KH Ali Maksum adalah Kecintaan Terhadap Ilmu
Kiai Ali Muhsin menuturkan bahwa Kiai Suadi merupakan sosok yang ketika memiliki suatu barang maka beliau rela membagi-bagikannya. Lalu terdapat KH Muslih Ilyas yang dulunya merupakan santri dapur Kiai Ali yang sekarang telah menjadi DPR. Terdapat H Fadloli Yasin yang merupakan santri dekatnya Kiai Ali. Lalu yang terakhir terdapat Kiai Munawwir yang merupakan santri kepercayaan Kiai Ali.
Dalam penuturan Kiai Ihsan, sangking zuhud nya Kiai Ali ketika kasur beliau ingin diganti oleh istrinya karena rusak, beliau hanya berkata bahwa hidup di dunia tidak akan lama. Selama kasur tersebut masih bisa digunakan, beliau tidak menghendaki kasur tersebut untuk diganti. Begitupun ketika putra-putri beliau meminta rumahnya untuk dikeramik, beliau Kiai Ali tidak menghendaki hal tersebut dengan alasan yang sama bahwa hidup di dunia tidaklah lama.
Dilanjut dengan cerita Kiai Suadi bahwa ketika beliau akan dinikahkan oleh ayahnya beliau menolak permintaan tersebut. Hal itu didasari oleh kecintaan beliau terhadap Kiai Ali. Hingga akhirnya Kiai Ali menasehati bahwa bakti Kiai Suadi terhadap ayahnya sama dengan bakti beliau kepada Kiai Ali.
Menurut paparan Kiai Ilyas, yang jarang diketahui oleh khalayak adalah tentang Kiai Ali yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Dalam cerita Kiai Fadloli Yasin beliau adalah santri yang menemani Kiai Ali Maksum selama 5 tahun. Biasanya Kiai Fadloli akan meemijat Kiai Ali terlebih dahulu sebelum Kiai Ali tidur. Tak heran bila beliau Kiai Fadloli merupakan santri dekatnya Kiai Ali.
Acara ini ditutup dengan penyerahan simbolik Asmaul Husna raksasa oleh alumni kepada keluarga kiai Ali. Dalam hal ini diwakili oleh Kiai Muttaqur Mubarun selaku alumni kepada Ibu Nyai Ida Rufaida Ali.
