Almunawwir.com – Bulan Sya’ban merupakan satu dari sekian bulan-bulan mulia yang begitu banyak fadhilahnya. Tercatat beberapa peristiwa penting terjadi pada bulan ini.
Dalam kitab Ma Dza fi Sya’ban karya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menyebutkan bahwa di antara peristiwa penting itu adalah turunnya ayat perintah bersholawat kepada baginda rasul Muhammad SAW.
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” QS. Al-Ahzab (56)
Perihal tuntunan, fadhilah, dan variasi shalawat pasti tak asing lagi bagi telinga santri. Shalawat menjadi sebuah habit yang selalu digaungkan di mana pun dan kapan pun. Bahkan tak jarang agenda shalawatan menjadi semacam “healing” bagi para santri, terlebih jika acaranya begitu meriah.
Baca juga: Isra’ Mi’raj : Pesan Moral dan Spiritual dalam Kehidupan Muslim
Kali ini penulis akan mengungkap kisah keberkahan shalawat yang menjadi garansi syafa’at bagi orang yang sedang disiksa dalam kubur. Kebetulan kisah ini juga sempat disampaikan oleh Gus Yunan Roniardian saat mengisi mauidhoh di peringatan harlah ke-3 Santri PLAT AG Krapyak.
Kisah ini dikutip dari Kitab Fathul Majid karangan Syekh Nawawi al-Bantani. Atau juga bisa ditemukan dalam kitab at-Tadzkirah bi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah karya Imam Al-Qurthubi dengan redaksi yang sedikit berbeda.
Kisah ini dinisbatkan kepada Imam Hasan Al-Bashri, tokoh sufi yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.
Alkisah, suatu saat Imam Hasan Al-Bashri didatangi oleh seorang perempuan paruh baya. Lalu dia memohon kepada sang imam.
“Wahai imam, aku memiliki anak gadis yang telah meninggal. Sungguh aku ingin bertemu dengan melihatnya dalam mimpi. Karenanya, aku datang menghadapmu supaya engkau mengajariku sebuah amalan yang mana ketika aku melaksanakannya, aku berharap bisa memimpikannya dalam tidurku.”
Lantas Imam Hasan Al-Bashri menyuruhnya untuk salat sunnah empat rokaat, setiap rakaatnya membaca surah al-Fatihah dan at-Takassur, masing-masing satu kali. Kemudian berbaring dan membaca sholawat hingga tertidur. Amalan ini dilakukan setelah shalat Isya’.
Baca juga: Ada Apa dengan Bulan Sya’ban?
Singkat cerita, perempuan itu menjalankan apa yang telah diajarkan oleh Imam Hasan Al-Bashri, dan ia benar-benar dapat melihat anak gadisnya yang telah meninggal itu dalam mimpi.
Betapa terkejutnya perempuan itu, melihat anak gadisnya sedang disiksa. Mengenakan baju yang terbuat dari aspal, tangan dan lehernya terbelenggu, kakinya terikat dengan rantai panas dari neraka. Syahdan, perempuan itu terbangun, lalu ia bergegas melaporkan apa yang ia alami kepada sang imam.
Mendengar cerita tersebut, Imam Hasan Al-Bashri menyarankan perempuan itu untuk bersedekah dengan niatan pahalanya dihadiahkan kepada anak gadisnya. Dan semoga Allah mengampuni segala dosanya dengan keberkahan sedekah.
Selang beberapa waktu setelah kejadian itu, Imam Hasan Al-Bashri bermimpi melihat seorang anak gadis dalam mimpinya. Anak gadis itu tengah berada di surga, duduk di atas kasur yang indah, serta mengenakan mahkota di kepalanya.
Baca juga: Kebiasaan Unik KH Nawawi Abdul Aziz
Dalam mimpinya, anas gadis itu menyapa sang imam sambil berujar, “Wahai tuan, tidakkah engkau mengenaliku?”, beliau menjawab, “tidak!”. Ia akhirnya mengenalkan siapa sebenarnya dirinya. Ia pun berkata, “Aku adalah anak dari seorang perempuan yang pernah sowan kepadamu. Perempuan yang engkau beri amalan, supaya dapat berjumpa dengan anak gadisnya dalam mimpi.”
Imam Hasan Al-Bashri terperangah, karena keadaan anak gadis ini tidak seperti apa yang diceritakan ibunya tempo hari. Beliau kembali bertanya, “Dengan apa kau mendapatkan fasilitas seperti sekarang ini?”
Anak gadis itu menjelaskan perihal apa yang terjadi padanya. Ia bercerita bahwa,
“Saat itu, ada sekitar 70.000 orang yang sedang ditimpa siksa akhirat. Semua kondisinya seperti halnya cerita yang ibuku sampaikan padamu. Suatu hari ada seorang laki-laki salih yang melewati pemakaman, yang mana aku juga berada di situ.
Lantas ia bershalawat (satu kali) atas Nabi Muhammad ketika melewati pemakaman. Dan pahala shalawat itu dihadiahkan kepada kami. Lantas dari pahala shalawat ini, Allah membebaskan kami dari siksa akhirat dan menjadikan kami seperti ini.”
Begitulah kisah akan dahsyatnya fadhilah shalawat. Jika yang demikian hanya satu kali bacaan shalawat mampu memberi kemanfaatan sebegitu besarnya, bagaimana jika dibaca sepuluh kali, seratus kali atau beribu-ribu kali.
Bahkan dilakukan secara kolektif dan dibarengi rasa cinta yang membuncah kepada baginda Nabi. Maka padat dipastikan anugerah besar akan selalu meliputi orang-orang yang gemar bershalawat. Wallahu a’lam bis –shawwab.
Editor: Irfan Fauzi