Mbah Zainal, Enam Tahun Silam

Mbah Zainal, Enam Tahun Silam

Almunawwir.com – Hujan abu akibat letusan Gunung Kelud tahun 2014 menyisakan sekian kesedihan yang mendalam, kabar duka pun menyebar di berbagai media sosial. Rangkaian peristiwa gunung berapi yang terjadi di Gunung Kelud, Jawa Timur. Aktivitas seismik dimulai pada awal Februari 2014, tepatnya pada tanggal 2 Februari 2014, saat statusnya dinaikkan menjadi waspada, yang akhirnya menyebabkan letusan gunung berapi besar pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2014 yang melontarkan material vulkanik hingga menutupi hampir seluruh Pulau Jawa.

Tepat malam Jum’at dini hari, tragedi Gunung Kelud berdampak hujan debu dari Kediri hingga sampai Yogjakarta. Pemandangan yang biasanya berwarna-warni dengan keindahan alam, kini harus memandang butiran demi butiran debu yang bertumpuk-tumpuk di setiap bangunan, sudut rumah dengan kecoklatan, yang ketebalannya mencapai 2 cm lebih. Begitu juga bangunan Pondok Pesantren Krapyak, debu yang hinggap di bangunan pesantren pun tak sedikit, para santri pun hingga Jum’at pagi menggelar rutinan ro’an (kerja bakti) secara masal. Walhasil, tumpukan debu pun dapat dibersihkan perlahan, sedikit demi sedikit.

Meski demikian, rutinitas pesantren masih berjalan seperti biasanya. Waktu itu, jum’at malam sabtu sesuai sholat maghrib, di Madrasah Salafiyah 2 ngaji rutin Alfiyah baru saja berlangsung, bacaan syair Alfiyah pun dikumandangkan dari bait ke bait. Dalam ngaji ini diampu oleh Mbah Mijan, yang merupakan salah satu murid Kiai Zainal. Beliau mengajar dengan sabar, lugas dan jelas. Seusai syair dirapal bersama, tiba-tiba salah seorang santri nDalem Kiai Zainal datang menghampiri kepada sang pengajar Alfiyah itu. Ia membawa satu kabar tentang Kiai Zainal, sembari air mata duka berlinang dengan derasnya, lalu berbisik “mbah yai mboten wonten” (Mbah Kiai tidak ada/ meninggal), seusai mengabarkan, santri ndalem tersebut undur diri dari ruang tempat ngaji. Sontak, para santri lainnya pun ikut berbisik dengan teman semeja kanan-kirinya, kesedihan yang begitu mendalam pun berpeluh seisi ruang tempat ngaji. Tanpa berpanjang waktu, ngaji pun segera diakhiri dengan bacaan Surah al-Fatihah.

Haru-biru, nampak jelas disudut mata setiap santri yang mengenal sosok Kiai Kharismatik itu, gaya bahasanya yang lembut, penuh kehati-hatian, setiap tutur kata beliau selalu menjadi teladan bagi santrinya. Salah satu amalan yang selalu beliau lakoni adalah Istiqomah. Semua kegiatan yang beliau jalankan baik di lembaga maupun majlis ta’lim yang beliau dirikan (Salafiyyah, Ma’had ‘Aly, pengajian tiap malam Sabtu Wage, dan pengajian IKAPPAM tiap malam Ahad Wage), beliau tidak pernah mengeluh. Mbah Zainal sangat memperhatikan pendidikan dimana beliau sangat istiqomah dalam mengajar, memberi contoh kepada santri-santrinya.

Anti Libur adalah sebutan untuk keistiqomahan beliau dalam mengajar, meskipun dalam keadaan apapun, muridnya berapapun beliau tetap mengajar, kecuali sudah benar- benar tidak mampu lagi. Beliau sangat suka kepada santri yang rajin mengaji, bukan santri yang rajin bekerja. Karena itu beliau sangat kecewa ketika ada santri yang tidak disiplin belajar. Beliau juga selalu memuthola’ah dahulu pelajaran yang akan disampaikan kepada santri-santri, dengan begitu beliau selalu menjawab dengan dasar hukum (rujukan yang diambil dari kitab-kitab).

Contoh ketika Ibu Nyai pernah menanyakan sesuatu dan beliau belum pernah mendengar, maka beliau akan mencari rujukan dahulu. Setelah menemukan rujukannya, baru kemudian menyampaikan jawabannya kepada Ibu Nyai. Termasuk keistiqomahannya dalam mengimami sholat jama’ah 5 waktu juga hampir tidak pernah absen, kecuali jika sedang bepergian yang memang harus beliau lakukan atau sedang sakit, maka beliau menunjuk seseorang untuk mengimaminya.

Dan kini, tinggal air mata yang berlinang, seolah ribuan kata tak sanggup melukiskan kepiawaiannya. Betapa tidak?, Sosok yang tidak pernah absen dari sholat berjamaah diawal waktu ini, kini harus berpamitan dengan kita semuanya. Tepat pada hari Sabtu, 15 Februari 2014, beliau menghadap keharibaan Ilahi Robbi. Wafatnya beliau menyisakan duka mendalam bagi para santri, keluarga dan muhibbinnya.

Banyak kenangan dan kesan tentang kepribadian kiai berkharisma tinggi ini, beliau adalah kiai yang sangat ketat memegang teguh fiqih Madzab Syafi’i. Apa yang menurut beliau benar, beliau tidak pernah ragu untuk melakukannnya, termasuk jika harus berbeda dengan mayoritas ulama yang lain. Tak kurang pujian dan pengakuan atas keilmuan disematkan oleh Rais ‘Am Nahdhatul Ulama KH. Ali Maksum yang tak lain adalah kakak dan guru beliau sendiri. “Zainal iku kiai Ampeg, Spesial Fikih 4 Madzhab “. Mbah Ali pun konon sering berdiskusi dengan Mbah Zainal perihal persoalan fiqih. Kemahirannya dalam babakan fiqih sangat luar biasa, penjelasan yang ringkas dan memberikan pemahaman yang jelas, banyak ilmu yang beliau wariskan melalui karya tulisnya, kitab yang berhasil beliau tulis masih menghiasi rak-rak setiap santrinya hingga kini. Mbah Zainal termasuk ulama yang produktif dalam menulis kitab, ada belasan kitab-kitab karya beliau antara lain Tarikhu al Hadharah Al Islami, Al Furuuq, Al Muqthathafat, Ta’rifu Ahlissunnah Wa Al Jama’ah , Wadhaifu Al Muta’allim, Gharib Al Nadlir Bi Kasyf Min Mas’uliyat Al Muta’allim Bahtsan Fighiyyan, Kitabus Shiyam, Manasik Haji, Majmu’ur Rasa’il, Ahkamul Fiqhi, dan Al Insya’.

Debu sisa letusan Gunung Kelud itu masih lekat menghiasi setiap sudut, Meja di Aula AB ditata dengan rapinya, sembari membersihkan debu yang ada. Halaman depan masjid disiram dengan air, supaya debu yang masih sisa tidak banyak yang berterbangan. Berduyun-duyun para pentakziyah mulai berdatangan dari segala penjuru. Setelah beberapa media mengabarkan wafatnya beliau, seusai Isya’ halaman Pondok Krapyak mulai dipenuhi para pentakziyah

Sebelum beliau wafat, beliau sakit selama 8 hari dan dirawat di RS Sardjito ruang Kusumawijaya, kemudian dirawat di rumah selama 12 hari. Dalam keadaan sakit pun beliau tetap mengajarkan ilmu seperti cara berwudhunya orang yang sakit. Karena kehati-hatian beliau dalam hal ibadah, selang infus dipasang di lengan bagian atas (bukan anggota wudhu). Karena kewira’ian beliau beberapa tahun terakhir ini beliau tidak makan yang bernafas seperti ayam, ikan dll. Bukan karena mempunyai penyakit, tetapi karena mengurangi kenikmatan dunia, supaya ditambah kenikmatan di akhirat kelak. Bahkan hasil pemeriksaan laborat, semua dokter mengatakan bahwa beliau tidak mempunyai penyakit.

Enam tahun silam ingatan ini masih sangat lekat, seolah baru kamarin saja beliau pergi. Mendengar wafatnya Kiai Zainal, pada hari Sabtu, 15 Februari 2014 ba’da magrib, para santri Krapyak dan sekitarnya khususnya yang berdomisili di Yogyakarta berbondong-bondong untuk datang melaksanakan shalat jenazah.

Pesantren Krapyak, dipenuhi para santri dan masyarakat yang ingin melaksanakan sholat jenazah untuk KH. Zainal Abidin Munawwir. Sholat jenazah dilaksanakan mulai sekitar pukul 20:30 WIB. Seraya ditemani dengan bacaan Surah Al-Ikhlas, para santri silih berganti memasuki ndalem untuk melaksanakan shalat jenazah. Petugas yang mengatur jalannya sholat jenazah pun kewalahan, karena saking banyaknya santri dan masyarakat yang ingin melaksanakan sholat jenazah.

Mengantisipasi antrian panjang para santri yang ingin sholat jenazah, tepat pada jam 22:00 WIB, jasad KH. Zainal Abidin Munawwir dipindahkan ke Masjid Pesantren Krapyak. Usai dipindahkan ke masjid, para santri yang belum melaksanakan sholat jenazah, kini dapat menjalankannya dengan jumlah jamaah yang lebih banyak.

Beliau wafat pada hari Sabtu, 15 Februari 2014 /15 Robi’ul Akhir 1435 H pukul 18.30 WIB dalam usia 85 tahun dan dikebumikan pada pukul 14.00 WIB hari Ahad keesokan harinya di pemakaman Sorowajan, Pedukuhan Glugo, Desa Panggungharjo sesuai permintaan beliau sebelum meninggal . Seperti yang dituturkan Ibu Nyai Ida Fatimah,” Bapak tidak suka wasiat. Karena dirasa, wasiat itu memberatkan bagi yang diwasiati. Yang penting pokoknya jalan, Ma’had ‘Aly dan Salafiyyah dijalankan terus dan hal-hal yang baik diteruskan .”

Enam tahun telah berlalu, tapi kini masih sangat kental dalam ingatan. Sebagai peringatan tahunan atau haul, selalu digelar dengan Tahlil dan Do’a disetiap tahunnya. Serangkaian acara Haul tahun 2019 ini, diawali dengan Majlis sima’an Al-Qur’an oleh santri Huffadh di Maqbaroh (komplek makam) Kiai Zainal, dan disima’ oleh santri AB dan D sedari Rabu (11/12), bakda ‘Asar hingga Kamis, (12/12) seusai sholat Subuh, kemudian dipungkasi dengan tahlil dan do’a takhtimul Alqur’an oleh ustadz Abdullah Harits, Kudus, yang juga merupakan santrinya Kiai Zainal. Sebagai puncak acaranya akan digelar Tahlil dan Doa’ di malam Jum’ah seusai sholat isya’.
Allahu Yarham Kiai Zainal.
___
Penulis: Irfan Asyhari

Irfan Asyhari

Irfan Asyhari

IrfanAsyhari

8

Artikel