Waktu Imsak merupakan penanda bahwa ‘Imsak’ atau menahan yang sesungguhnya akan segera dimulai, jadi kita bersiap-siap. Bila kita berhenti makan dan minum saat pas waktu subuh, khawatir sudah masuk subuh. Hal tersebut membuat puasa kita tidak sah/batal.
Oleh : Muhammad Zaki Fahmi*
Ada seorang Ustadz yang mencoba untuk membenarkan tentang pemahaman yang salah kaprah, menurutnya. Pemahaman tersebut tentang “istilah Imsak”. Imsak merupakan waktu yang diambil dari waktu Subuh, yaitu 10 menit sebelum Subuh. Misal waktu Subuh itu pukul 04.20 WIB, maka waktu Imsak itu 04.10 WIB. Maka saya akan mencoba untuk menanggapinya dengan ilmu Falak setingkat Madrasah Tsanawiyah (SMP).
Imsak (dalam berbagai kitab ditulis al Imsaku) menurut lughoh (bahasa) artinya menahan. Kata Imsak ini diambil dari definisi puasa yang banyak kita jumpai di dalam kitab Fiqih. Mulai dari kitab yang tipis seperti kitab Fathu al Qorib sampai kitab yang tebal seperti Fathu al Wahhab. Dalam Hasyiyah kitab Fathu al Qorib (hasyiyah : kitab yang menjelaskan suatu kitab) yaitu kitab Bajuri dijelaskan bahwa permulaan puasa, yaitu terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Fajar yang dimaksud yaitu Fajar Shodiq atau waktu subuh. Jadi kita tidak boleh melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum, selama waktu tersebut.
Waktu Imsak diambil dari waktu sholat Subuh. Penentuan waktu sholat merupakan hal penting. Karena salah satu hal yang menjadikan sahnya suatu sholat yaitu masuk waktu sholat tersebut. Ilmu yang mempelajari penentuan waktu sholat yaitu ilmu falak. Di sini saya akan mencoba menjelaskan bagaimana waktu sholat didapatkan cukup dengan kitab/buku Falak tingkat Madrasah Tsanawiyah (SMP). Ilmu Falak ini dulu saya pelajari ketika masih menimba ilmu di MTs. Raudltaul Ulum, Pati, Jawa Tengah, dengan nama kitab ad durus al falakiyyah.
Pada kitab tersebut, waktu sholat yang didapat (seperti yang sudah tertera pada jadwal waktu sholat) bukan merupakan waktu sholat yang sesungguhnya. Waktu sholat tersebut telah ditambah dengan 5 menit waktu “ikhtiyat”. Apa itu waktu “ikhtiyat” ? Waktu “ikhtiyat” merupakan tambahan waktu untuk berhati-hati. Misalkan dalam jadwal waktu sholat yang sekarang beredar, waktu Subuh tertulis pukul 04.20 WIB maka waktu Subuh yang sebenarnya yaitu pukul 04.15 WIB.
Lantas mengapa ada tambahan waktu “ikhtiyat”? Di awal bahasan telah dijelaskan pentingnya penentuan waktu sholat. Bila kita sholat, tapi belum masuk pada waktunya, maka sholat kita bisa tidak sah. Misalkan waktu sholat subuh pukul 04.20 WIB tapi kita sholat pada pukul 04.10 WIB maka kita sholat sebelum masuk waktunya, sholat kita menjadi tidak sah. Dalam ilmu Falak, meskipun kita sudah menentukan waktu sholat dengan perhitungan yang pasti, untuk berhati-hati maka ditambahlah waktu “ikhtiyat”. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pada penentuan waktu sholat tersebut. Syekh Ali Al Shobuni dalam kitab Rawa’i al-Bayan Tafsir ayat Al Ahkam min al Qur’an mengisyaratkan pentingnya “ikhtiyat” dengan sebuah kaidah “umuru al ‘ibadati yanbaghi fiiha al ikhtiyatu”, seyogyanya perkara-perkara yang berhubungan dengan ibadah itu diberi ikhtiyat.
baca juga : Puasa, Qodho dan Fidyah
Hal yang sama pun berlaku untuk penentuan waktu awal puasa. Puasa dimulai dari waktu Subuh/FajarShodiq. Bila kita melakukan hal yang membatalkan puasa di waktu Subuh, maka puasa kita menjadi batal. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibuatlah waktu Imsak. Waktu Imsak ini dibuat supaya kita bisa mengetahui bahwasannya sebentar lagi waktu awal puasa yang sesungguhnya sudah dekat.
Di beberapa Negara, seperti Indonesia dan Malaysia, ada istilah waktu Imsak. Waktu Imsak ini bukan merupakan awal waktu puasa. Waktu Imsak merupakan waktu penanda bahwasannya ‘Imsak’ atau menahan yang sesungguhnya akan segera dimulai, jadi kita diminta untuk bersiap-siap. Karena bila kita berhenti makan dan minum ketika pas waktu subuh, maka dikhawatirkan kita makan dan minum sudah masuk waktu subuh. Hal tersebut menjadikan puasa kita tidak sah/batal.
Meskipun puasa secara bahasa bermakna al Imsaku, tapi istilah Imsak yang ada berbeda dengan puasa secara bahasa itu sendiri. Dalam bahasa arab, suatu kata memiliki makna lughowi dan makna murod. Makna lughowi merupakan makna yang sebenarnya dimiliki kata tersebut. Makna murod merupakan makna yang tergantung dari siyaqul kalam (kedudukan kalimat) kata tersebut, atau bergantung pada konteks kalimat. “Imsak” yang dimaksud di sini yaitu Imsak dengan makna murod, yaitu waktu penanda bahwa puasa akan segera dimulai, maka makan dan minum segera dihentikan.
Ada beberapa pendapat jumhur Ulama tentang batas waktu mengakhirkan sahur. Ada yang berpendapat 20 menit, 15 menit, 10 menit, dan 5 menit sebelum tiba waktu Subuh. Misalkan kita menggunakan pendapat yang paling mepet yaitu 5 menit, maka waktu Imsak yaitu 5 menit sebelum waktu Subuh yang sesungguhnya.
Ketika bulan puasa, kebanyakan orang Indonesia ketika mengetahui waktu Imsak tiba akan segera minum. Hal ini merupakan implementasi salah satu sunah puasa yaitu mengakhirkan sahur. Akan tetapi bila kita mengakhirkan sahur malah sampai waktu Subuh, bukan sunnah yang kita dapat melainkan batalnya puasa. Meminjam pepatah jawa “golek delek kelangan sumbu”, mencari hal kecil tapi malah kehilangan hal besar.
Lantas benarkah awal waktu puasa yang sesungguhnya itu dimulai dari waktu Subuh yang tertera pada jadwal waktu sholat yang beredar? Jawabannya sudah anda ketahui bila membaca dari awal sampai akhir tulisan ini dengan benar. Jadi jelas bedanya waktu Imsak, waktu awal puasa, dan waktu Subuh pada jadwal yang beredar.
Allah SWT berfirman dalam salah satu Hadis Qudsi yang artinya, “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab puasa hanyalah untukku (Allah). Dan akulah yang akan memberikan balasannya secara langsung” (HR. Bukhori : 7/226). Selamat berpuasa, semoga puasa kita diterima oleh Sang Pemilik Puasa.
*Penulis adalah MahaSantri di Komplek L Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta
