Ada yang Unik dan Khas dari Ngaji bersama Kiai Najib

Ada yang Unik dan Khas dari Ngaji bersama Kiai Najib
KH. R. Muhammad Najib Abdul Qodir. Ilustrasi by @vckyyhr
KH. R. Muhammad Najib Abdul Qodir. Ilustrasi by @vckyyhr

Oleh: Ayus Mahrus EL-Mawa*

Almunawwir.com – Sedikit cerita, tahun 1988 merupakan awal mula saya sowan Gus Najib, demikian kami, para santri memanggilnya dengan hormat.

Saat itu, Mbah Kiai Ali Ma’shum, Mbah Kiai Zainal, Mbah Kiai Warson, Kiai Zaini, Kiai Hasbullah, dan Kiai Masyhuri masih menggelar pengajian kitab kuning. Saya mondok di Komplek I, asuhan Kiai Masyhuri, kakak ipar Gus Najib.

Gus Najib, putra Kiai Abdul Qadir, cucu Mbah Kiai Munawwir ini khusus ngaji al-Qur’an. Saat itu, saya masih ngaji di ndalem beliau, sebelah Komplek J. Pesantren tahfidh Gus Najib waktu itu masih proses pembangunan, sebab pada tahun kedua, ngajinya sudah pindah ke pesantren tahfidh.

Lazimnya, ngaji al-Qur’an, kita mengantri menunggu giliran sambil duduk bersila jika ingin menyetorkan hafalan.

Sebelum mengaji al-Qur’an binadhri, membaca secara tartil langsung di hadapan kiai, kita diajari membaca hafalan at-tahiyyat, jika sudah benar, baru beranjak ke surah al-Fatihah. Jika sudah dianggap benar al-Fatihahnya baru hafalan Juz ‘Amma. Gus Najib memulai mengaji, biasanya habis Maghrib, hingga bakda Isya atau santri sudah habis, rerata jam 20.00-an.

Ada yang unik dan khas ngaji bersama Gus Najib ini.

Ada beberapa santri untuk mentashihkan makhorijul huruf (tempat keluarnya huruf) bacaan at-tahiyyat saja kadang sampai seminggu, baru boleh pindah ke Surah al-Fatihah.

Nah, biasanya jika kasusnya seperti itu, al-Fatihahnya butuh waktu dua minggu hingga boleh pindah ke Juz Amma dengan hafalan. Jadi, para santri dipastikan makhorijul huruf itu harus benar-benar fasih sesuai ilmu tajwid.

Baca Juga: Kiai Najib dan Dua Mazhab Shalat Tarawih

Pengalaman saya sendiri, ternyata spesial, sebab 3 kiai ngaji Quran saya ternyata sanadnya sama, sejak di kampung Losari Lor Cirebon, Salafiyah Pemalang hingga Gus Najib, menyambung dengan Mbah Kiai Arwani Kudus.

Selain ngaji, saya juga sering ikut berjamaah Sholat Tarawih yang imamnya Gus Najib. Jamaah Tarawih Gus Najib ini berbeda dengan Tarawih surah Juz ‘Amma.

Nah, saat itu dalam satu masjid di Pondok Krapyak ada 2 jamaah Tarawih, hanya dibedakan oleh pintu masjid yang memisahkan jamaah dalam dan luar masjid. Walaupun masih dalam satu bangunan masjid.

Sering pula disebut jamaah Tarawih Gus Najib itu “Tarawih Tahfidh”, karena semalam Tarawih kurang lebih 1.5 juz, sehingga hari ke-10 Ramadan sudah khatam al-Quran.

Tahun 2015 dan 2016, saya sowan kembali ke Gus Najib dan pengasuh Krapyak bersama para mahasiswa Akidah Filsafat dan Tafsir Hadits IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Saat itu mahasiswa saya ajak, selain mauhibah ke pesantren juga ke penyimpanan naskah kuno di Kraton Yogyakarta untuk mata kuliah filologi. Kuliah lapangan seperti itu ternyata jauh lebih mengena dibanding hanya disampaikan di kelas.

Sekali lagi mari kita doakan dan mohon ikhlasnya membaca al-Fatihah untuk Kiai Najib. Lahul fatihah.

 

*Filolog; Pengurus MANASSA (Masyarakat Pernaskahan Nusantara); Kasi Penelitian dan Pengelolaan HAKI Kemenag RI.

Redaksi

Redaksi

admin

535

Artikel