
Oleh: Lu’lu’il Maknun
Setelah wafatnya Agus Muhammad Rifqi Ali atau yang kerap disapa Gus Kelik pada 2 Agustus 2016 lalu, banyak sekali media yang menuliskan biografi kisah-kisah semasa hidupnya. Perihal kewaliannya, juga tidak sedikit lagi yang meragukan. Pada tahun 2010, putri kelima dari Kiai Ali Maksum dan Nyai Hasyimah ini menikahi Bu Fauziah, perempuan pilihannya.
Menikah dan memiliki pasangan yang sempurna meskipun tidak ada manusia yang sempurna juga harapan dari setiap manusia. Termasuk, Bu Fauziah. Namun baginya nilai ta’dhim birrul walidain itu lebih penting dari sebuah kesempurnaan seorang pasangan. Pak Suadi, Ayah dari Bu Fauziah merupakan santri dari Kiai Ali Maksum sehingga ketika Gus Kelik ingin menikahi putrinya, Pak Suadi hanya berharap ngalap berkah dari Kiai Ali Maksum, gurunya.
Alkisah, suatu saat Bu Fauziah sedang mengikuti ujian kampus, kemudian kartu ujiannya hilang sehingga khawatir tidak bisa mengikuti ujian. Seketika itu Gus Kelik beserta abdi ndalem mendatangi Kiai Habib Syakur, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Jurusan BSA di UIN Sunan Kalijaga untuk mengadu terkait hilangnya kartu ujian dan keberlangsungan ujian istrinya tersebut. [1]
Gus kelik memang sangat perhatian sekali dengan istri, bahkan sangat mendukung istri untuk tetap melanjutkan pendidikan kuliah. Hal ini juga dikarenakan keseharian Gus Kelik yang setiap harinya menyaksikan para santri berangkat ngaji dan sekolah di Madrasah lewat depan ndalemnya.
Keputusan untuk menikahkan Gus Kelik dengan Bu Fauziah, ada ketakutan sendiri dari pihak keluarga, terkait kalau saja sewaktu-waktu Gus Kelik bisa mengatakan kepada istrinya, “wis kowe mulih kono”, atau kalimat-kalimat lain yang tidak diharapkan, sehingga menyebabkan jatuhnya talak. Namun sampai akhir hayatnya kalimat semacam itu tidak pernah sama sekali terucap. Hal tersebut ditakutkan, karena Gus Kelik memang tidak jarang juga mengatakan kalimat tersebut kepada santri-santri yang kurang pas di hatinya.
Menurut Ibu Nyai Luthfiyah Baidlowi, benar-benar Gus Kelik dijaga lisannya oleh Gusti Allah, untuk tidak pernah menyakiti hati sang istri. Wujud kecintaan Gus Kelik kepada istri salah satunya yaitu dengan tidak pernah marah. Jika ada aktivitas Bu Nyai Fauziah yang tidak disukai, Gus Kelik tidak pernah marah, namun 8hanya diam dan matanya memerah.
Bu Fauziah setia membersamai dengan merawat Gus Kelik di akhir hidupnya, harus dirawat di rumah sakit dikarenakan sakit ginjal. Hingga tutup mata di RS Senopati Bantul tahun 2016 pada usianya yang ke-59. Al-Fatihah.
[1] Dikisahkan oleh Ibu Nyai Luthfiyah Baidlowi, menantu dari Kiai Ali Maksum (Istri Kiai Jirjis Ali)
*Santri – Komplek Hindun Beta
