Almunawwir.com – Mengasuh anak kecil memang bukan perkara yang mudah dan sepele bagi orang tua. Seringkali anak kecil tidak dapat dibiarkan, ditinggal beraktifitas. Sebab mereka masih butuh pendampingan dari orang tuanya. Oleh karena itu, tidak jarang ada orang tua yang membawa anaknya saat beraktifitas, termasuk membawanya saat shalat dengan cara menggendong.
Lantas, apakah membawa anak ketika shalat dengan cara menggendong itu diperbolehkan?
Dalam kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar al-Asqalani dijelaskan bahwa sebenarnya Rasulullah pernah melakukan hal tersebut, yakni ketika sedang shalat Rasulullah pernah menggendong cucunya, Umamah bin Abil ‘Ash, putri dari Sayyidah Zainab radhiyallahu ‘anha, dimana ketika sedang sujud beliau menurunkannya dan ketika berdiri beliau menggendongnya kembali.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي وهو حامل امامة بنت زينب فاذا سجد وضعها واذا قام حملها
“Rasulullah Saw sholat sambil menggendong cucunya, Umamah Binti Zainab. Ketika beliau hendak sujud, maka beliau meletakkannya. Lalu ketika berdiri, beliau menggendongnya kembali” (HR. Bukhori dan Muslim)
Mengenai hadis tersebut, Imam Muslim menambahkan bahwa ketika itu Rasulullah sedang shalat di masjid.
وهو يؤم الناس في المسجد
“Pada waktu itu beliau sedang menjadi imam di masjid.” (HR. Muslim).
Dari hadis di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa hukum menggendong anak ketika shalat adalah diperbolehkan, karena pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Namun, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu ketika hendak menggendong anak kecil dalam shalat, anak tersebut harus dalam keadaan suci, tidak sedang ngompol, atau bajunya dalam keadaan najis, atau mengenakan popok yang tentunya berisikan najis, termasuk anak kecil yang belum disunat (baca: Khitan), karena bagian yang seharusnya dipotong saat khitan itu akan menyimpan sisa-sisa air kencing yang tidak mungkin bisa disucikan melainkan dengan memotongnya.
Baca Juga: Fadhilah Pembacaan Taradhi, Shalawat dan Tasbih dalam Rangkaian Shalat Tarawih
Akan tetapi, seringkali ditemukan anak kecil laki-laki yang belum dikhitan duduk atau bergelantungan pada orang tuanya yang sedang shalat, dimana dalam kulit kemaluan anak laki-laki tersebut terdapat sisa najis kencing yang belum tersucikan sepenuhnya. Maka dalam hal ini ada dua hal yang perlu dicermati:
Pertama, apabila anak kecil yang belum dikhitan tersebut sekedar menyentuh atau menempel, maka tidak membatalkan shalat karena tidak dikategorikan membawa perkara yang bersentuhan dengan perkara najis.
Syekh Ismail Zain menjawab:
أَمَّا مُجَرَّدُ مُمَاسَةُ لِبَاسِ الصَّبِيِّ وَتَعَلًّقِهِ بِالْمُصَلِّي دُوْنَ أَنْ يَحْمِلَهُ فَلَا تَبْطُلُ بِهِ الصَّلَاةُ
“Ketika pakaian anak kecil hanya menyentuh dan menempel pada orang yang salat tanpa menggendong (bergelantungan), maka salatnya tidak batal.”
Kedua, menurut pendapat yang paling sahih, Qulfah (kulit penutup kemaluan pria) dikategorikan anggota luar sehingga wajib dibasuh. Namun, menurut pendapat lain tergolong anggota dalam sehingga tidak wajib dibasuh. Imam as-Suyuti berkata:
اَلْقُلْفَةُ فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَجِبُ غَسْلُ مَا تَحْتَهَا فِي الْغُسْلِ وَالْإِسْتِنْجَاءِ إِجْرَاءً لَهَا مَجْرَى الظَّاهِرِ وَمُقَابِلُهُ يُجْرِيْهَا مَجْرَى الْبَاطِنِ
“Kulit penutup kemaluan pria, menurut pendapat paling sahih, wajib dibasuh najis di bawahnya ketika mandi atau cebok karena dikategorikan anggota luar. Namun menurut pendapat lain mengkategorikannya sebagai anggota dalam.”
Dari sini dapat disimpulkan bahwa apabila mengikuti pendapat yang kedua, maka dirangkul atau diduduki anak kecil saat salat tidak batal secara mutlak, karena menurut pendapat ini, anggota tersebut dikategorikan sebagai anggota dalam yang tidak ada kewajiban membasuh najis di bawahnya. Wallahu a’lam. (Desy/R2)
