“Seseorang yang lancar Al-Qur’an tidak boleh lantas berpuas diri. Seseorang yang hafalannya lancar tidak boleh merasa besar hati jika belum mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an. Sebab di dalam Al-Qur’an terdapat larangan untuk berbangga diri.” Tutur Muhammad Abdullah Faqih sembari mengutip dawuh Kiainya, KH. Harir Muhammad (Pengasuh Pesantren Betengan).
Almunawwir.com. [Krapyak] Dalam kesempatan kali ini, Mbah Faqih—sapaan akrabnya, berkesempatan dan dipersilakan secara langsung oleh KH. R. M. Najib Abdul Qodir supaya melecuti semangat menghafal teman-teman santri yang hadir dalam tasyakuran atas keberhasilannya yang, sanggup menjadi Juara MHQ Internasional.
Santri kelahiran Semarang, 8 Juni 1996 itu, dalam pembicaraannya, mencoba menganalogikan jerih-payah perjuangan penghafal Al-Qur’an dengan orang yang sedang muncak atau naik gunung. Bahwa orang yang sedang naik gunung, cara jalannya tidak mungkin klewas-klewes. Tetapi dengan cara jalan yang kukuh, tegas dan teguh. Hal itu tentu berkaitan dengan niat awal kita.
Tentu, dalam perjalanan pastilah ditemui pohon-pohon yang menghalangi jangkauan perjalanan Anda. Itulah rintangan yang mau tidak mau harus kita lewati.
Dan dalam perjalanan itu bukannya tidak boleh beristirahat. Sama halnya dengan naik gunung, Anda akan menemukan pos peristirahatan. Dari Pos 1 sampai 3 atau bahkan 4. Ketika berada di pos tersebut merupakan waktu yang tepat bagi Anda untuk mengoptimalkannya dengan mengistirahatkan jiwa dan raga.
Ketika beberapa pos telah terlewati, dan telah nampak di depan mata sebuah puncak gunung. Maka itu tidak lain karena pancaran sinar matahari yang menerangi kita. Nah, sinar matahari itu adalah bimbingan dan do’a-do’a yang telah diberikan oleh orang terdekat dan terutama para masyayikh Anda sekalian.
Selain itu, Abdullah Faqih menceritakan bagaimana orang tua begitu giat dan telaten dalam mendidik anak-anaknya. Hingga di umur 7 tahun, dia sudah mempunyai niatan untuk menghafalkan Al-Qur’an, setelah dibumbui semangat oleh kakak-kakaknya.
“Dulu, di awal-awal proses menghafal, saya tidak bisa langsung dapat 1 halaman, tetapi hanya 2-3 ayat. Dan itu butuh perjuangan ekstra. Sebab anak seumuran saya, masih asyik-asyiknya bermain. Tapi Bapak terus menyemangatiku dengan memberi hadiah berupa uang. Alhasil, lambat laun saya bisa menyetor satu halaman kepada Bapak, dan otomatis uang jajan saya bertambah.” Ujar Mbah Faqih mengundang gelak tawa para hadirin.
Tapi, saking tawadhu’nya, pencapaian yang telah didapat oleh Abdullah Faqih bukan juga semata-mata atas usaha dia sendiri. “Pencapaian ini merupakan hasil do’a para guru, orang tua dan teman-teman di sekitar saya.”
Acara yang diawali dengan lantunan qoshoid dan dilanjut sholawat diba’I ini, ditutup dengan do’a yang dibaca langsung oleh KH. R. M. Najib Abdul Qodir Munawwir dan dilanjutkan dengan acara makan bersama. (Redaksi)
