Era disrupsi pertama kali diperkenalkan oleh Christensen sebagai era perubahan teknologi dan industri kearah yang lebih efisien secara masif dan komprehensif di segala aspek kehidupan manusia. Munculnya beragam platform media sosial sebagai dampak perkembangan teknologi di era ini turut memberikan warna baru terhadap signifikansi model dakwah Islam. Model dakwah Islam konvensional yang lebih dahulu digunakan dan berkembang selama berabad-abad dipaksa harus menerima nilai-nilai modern jika ingin beradaptasi dengan segala perubahan yang ada. Terlebih dalam kondisi pandemi yang belum juga usai hingga saat ini.
Di sisi lain, sayup-sayup suara sumbang muncul melabeli ketidakberdayaan santri dalam merespons modernitas, termasuk kemajuan dunia teknologi digital di era disrupsi yang memfasilitasi pertukaran informasi dan ide melalui jaringan virtual. Meskipun klaim seperti ini tidak sepenuhnya benar, namun adakalanya juga menjadi bahan muḥāsabah bagi pesantren untuk berbenah dan melakukan inovasi terhadap program-program mereka. Realitas dilapangan menunjukkan bahwa kaum pesantren masih kurang maksimal dalam memainkan peran dakwahnya di ranah media sosial.
Interpretasi Dakwah Pesantren di Kala Pandemi
Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19. Penyakit Corona virus 2019 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut corona virus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar secara global. Pada 5 April 2020, lebih dari 1,2 juta kasus telah dilaporkan di lebih dari dua ratus negara dan mengakibatkan lebih dari 64.700 kematian.
Selain masalah kesehatan, pandemi juga berdampak pada semua lini kehidupan manusia. Salah satunya ialah pendidikan, yang dalam hal ini adalah pesantren dengan segala habitus dan corak pengajarannya. Kebijakan Pemerintah terkait penanganan covid-19 dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi kondisi New Normal dengan protokoler yang ketat memaksa pesantren untuk melakukan kerja extraordinary untuk beradaptasi terhadap realitas yang ada. Karena dapat dipastikan aktivitas dakwah dan pengajaran kaum pesantren menjadi terhambat sebab adanya pandemi.
Sebagai entitas utama dalam rangka melakukan transmisi pesan-pesan keagamaan terhadap para santri dan masyarakat luas, pesantren harus menyadari kekurangan sekaligus melengkapi potensi mereka. Fenomena kesenjangan digital yang sering dilabelkan atas kaum pesantren harus disadari dan disikapi secara proaktif. Fakta pandemic ini, secara langsung mendesak dan mempertanyakan eksistensi pesantren dalam ranah digital dan teknologi. Jika menilik kondisi sekarang, di balik masalah tersebut, ternyata juga terdapat berbagai hikmah bagi dinamika perkembangan pendidikan di Indonesia, khususnya pesantren. Kaum Pesantren yang sebelumnya bisa dikatakan apatis dan cenderung mempertahankan cirikhas tradisionalisnya, mulai berubah haluan untuk terlibat dan mengambil peran dalam kontestasi digital dan teknologi. Hal ini tampak dari kebijakan pondok pesantren akhir-akhir ini yang menjadi longgar dan membolehkan para santri untuk mengoperasikan perangkat-perangkat digital, bahkan pihak pesantren turut memfasilatasinya.
Tidak hanya itu, beberapa pondok pesantren juga melakukan inovasi dengan berupaya memproduksi konten-konten menarik dan mengunggahnya di akun-akun media sosial buatan mereka. Platform media yang dipakai pun juga variatif. Diantaranya ialah WhatsApp, Youtube, Tiktok, Twitter, Facebook, Instagram dan lain sebagainya. Ikhtiar ini dilakukan pesantren dalam rangka menggaet lebih besar atensi masyarakat terhadap konten yang mereka buat dan juga untuk semakin meneguhkan peran mereka dalam mengedukasi masyarakat.
Potensi, Strategi, dan Role Model Digitalisasi Dakwah Pesantren.
Akun @limofficial_lirboyo, merupakan satu dari sekian wujud respon santri terhadap perkembangan teknologi. Akun garapan santri Pondok Pesantren Lirboyoini juga menjadi role model digitalisasi dakwah pesantren yang aktif menyajikan kontenkonten menarik dalam mendakwahkan pesan-pesan keagamaan dan dianggap memiliki otoritas keilmuan yang mapan dalam menjawab berbagai problematika yang muncul.
Dalam mengawal dakwah Islam yang dimuat pada akun Instagram
@limofficial_lirboyo, santri lirboyo sebagai content creator menjadikan diskursusdiskursus kajian keilmuan pondok pesantren sebagai basis konten yang mereka buat. Beragamnya diskursus keilmuan pesantren menjadikan mereka tidak kehabisan inspirasi ketika ingin menampilkan konten-konten dakwah Islam yang menarik dan cenderung kekinian. Isu-isu sosial-agama yang sering kali mengundang atensi net-izen mereka tanggapi dengan cara pandang santri yang religius dan jenaka tanpa menghilangkan nilai-nilai keilmuan dari konten yang disampaikan.
Diketahui bahwa awal mula kehadiran akun ini di platform Instagram adalah inisiatif Agus Abdul Qadir Ridlwan (salah satu pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo), sebagai ketua umum Lembaga Ittihadul Muballighin, untuk membentuk badan otonom baru yaitu LIM Production sebagai responterhadap wacanadakwahmereka yang terhambat akibat situasi pandemi akhir-akhir ini. Lembaga Ittihadul Mubalighin sendiri adalah lembaga yang dibentuk pada tahun 2003 dan berada di bawah naunganPondok Pesantren Lirboyo serta focus bergerak di bidang dakwah keagamaan secara langsung di tengah-tengah masyarakat, mulai dari masjid-masjid di pedesaan hingga lembaga formal maupun perguruan tinggi di perkotaan.
Di dalam LIM Production, terdapat beberapa platform media sosial yang digunakan untuk menghadirkan konten-konten keislaman secara menarik dan kekinian sebagai ikhtiar dakwah Pondok Pesantren Lirboyo. Diantaranya ialah WhatsApp, @LimProduction (Youtube), @limproduction (Tiktok), @LIM Lirboyo Pusat (Twitter), dan @Lim Lirboyo (Facebook) dan @limofficial_lirboyo (Instagram).
Dibalik suksesi dakwah melalui konten yang mereka unggah sebagai instrumen utamanya, santriLirboyo selaku content creator yang mengatur @limofficial_lirboyo harus bekerja keras memilihstrategi dalam pembuatankonten yang akan diunggah. Sebab dalam konsep tranmisi informasi di media sosial saat ini, ada istilah fenomena immediacy, yaitu ukuran efektivitas yang terjadi dalam konten media sosial tanpa melewati seleksi ataupun jeda penerbitan sebagaimana mekanisme yang ada dalam konteks media non-daring. Dengan itu, implikasi yang terjadi adalah bagaimana santri Lirboyo sebagai content creator harus mampu mengemas konten yang akan dimuat secara efektif untuk menarik atensi publik dan membentuk opini atau pengetahuan baru kepada masyarakat dengan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan melalui dakwah Islam di platform Instagram.
Dalam konteks media sosial, para alumni juga memiliki potensi besar untuk turut mendukung terobosan-terobosan digitalisasi dakwah pesantren. Wujud cinta mereka kepada pesantren bisa dibuktikan dengan menjadi pengikut, penyuka, atau pembagi atas konten-konten yang diunggah oleh media sosial milik pondok pesantren. Dengan basis massa ini, akan mudah sekali bagi akun-akun buatan pondok pesantren untuk cepat berkembang dan mendominasi media saat ini dengan memberikan pemahaman-pemahaman yang sahih terhadap masyarakat pengguna medsos.
Hadirnya akun-akun dakwah Islam seperti @limofficial_lirboyo, merupakan bentuk penegasian dari anggapan sementara pihak yang meragukan peran santri dalam dunia digital. Perwajahan baru yang muncul ini selain berpeluang besar membangkitkan kesadaran santri Indonesia untuk aktif berdakwah melalui media sosial juga menunjukkan bahwa karakter resiliensi telah mengakar kuat dalam diri santri terbukti dari kemampuannya menangani tantangan perubahan yang ada.
Penulis: Abdillah Amiril Adawy (Madrasah Huffadz 1)
*tulisan ini meraih 5 besar terbaik dalam Lomba Kepenulisan Artikel Harlah 110 al-Munawwir
