Almunawwir.com – Bani ‘Udzrah atau bani ‘udzri adalah salah satu bani yang mempunyai garis keturunan yang sampai kepada Qushaiy, salah satu kakek Rasulullah ﷺ. Bani ‘Udzri sangat terkenal dengan keharmonisan penduduknya.
Imam Asmu’i—seorang penyair terkemuka di Baghdad—banyak menceritakan keromantisan tersebut. Salah satunya adalah ketika ia berjalan melewati kawasan Bani ‘Udzri, Imam Asmu’i melihat banyak bebatuan yang dihias dengan tulisan-tulisan tangan penduduk Bani ‘Udzri sendiri.
Setelah mendekat untuk mengamati, ternyata tulisan-tulisan di batu-batu tersebut adalah kalimat-kalimat puitis yang berisi ratapan kerinduan, pesan cinta dan pujian-pujian kepada sang kekasih.
Setelah mengamati beberapa batu, Imam Asmu’i menemukan sebuah batu yang bertuliskan kegundahan hati penulisnya.
Aku adalah jiwa yang menanggung beban teramat berat. Rindu telah memenuhi jiwaku. Bagaimana aku harus berbuat?
Alih-alih meledek, Imam Asmu’i menambahi komentar di bawah ratapan tadi.
Wahai jiwa yang menderita. Tak perlu kau umbar kerinduanmu itu. Simpanlah, tahanlah di dalam hatimu yang paling dalam.
Tak disangka, beberapa hari kemudian setelah Imam Asmu’i melewati daerah tersebut, tulisannya dibalas dengan komentar yang lain. Entah penulis pertama atau ada orang baru yang datang dan ikut berkomentar.
Bagaimana caranya agar aku bisa menahan kerinduan yang agung ini?
Dengan santai Imam Asmu’i membalas tulisan tersebut.
Kalau tidak berdaya kau simpan dan tahan kerinduan itu, mintalah saja pada Allah agar kau segera diwafatkan. Agar kau tak lagi menderita.
Baik, aku akan dengarkan dan lakukan apa yang kau nasihatkan. Namun satu wasiatku, sampaikan salamku pada orang yang telah menghalangi cintaku.
Baca Juga: Renungan Ramadhan: Ketika Ali bin Abi Thalib Berdagang dengan Tuhan
Bani ‘Udzri sungguh membuat Imam Asmu’i tak habis pikir. Perkara cinta bertepuk sebelah tangan menjadi sungguh romantis ketika disampaikan dengan sastra yang indah oleh penduduk Bani ‘Udzri. Rindu bagi sebagian orang mungkin dianggap tabu, namun oleh Bani ‘Udzri justru dirawat, meski dengan penuh penderitaan.
Kemudian setelah muncul banyak pertanyaan, “Apa kelebihan Bani ‘Udzri sehingga keromantisannya bisa sangat terkenal?”
Benar saja. Para lelaki Bani ‘Udzri adalah lelaki yang dalam Bahasa Jawa bisa dikatakan entengan, maksudnya adalah tidak mudah mempermasalahkan sesuatu. Mereka adalah para lelaki yang ramah dan mudah memberi maaf. Tidak heran, meski bertepuk sebelah tangan, para lelaki pada kisah diatas lebih memaafkan wanitanya dan terus-menerus dalam penderitaan menanggung rindu.
Selain itu, para wanita Bani ‘Udzri adalah wanita-wanita yang menjaga diri, menahan dirinya untuk tidak berbuat zina atau dalam Bahasa Arabnya disebut dengan ‘iffah. Begitupun dalam rumah tangga, antara suami dan istri menjadi saling mengalah untuk lebih menderita dari yang lain. Maka mereka menjadi mudah untuk saling menolong, mudah berkata sopan, tidak tega jika cintanya menderita atau tersakiti.
Karena alasan inilah kisah cinta Bani ‘Udzri sangat indah, emosional dan dramatik. Tidak heran jika Imam Al-Bushiri mengibaratkan cintanya kepada Nabi Muhammad saw seperti cintanya Kaum ‘Udzri dalam Qashidah Burdah karangannya, sebagai kaum yang cintanya selalu menggelora.
Wallahu a’lam
*Tulisan ini diolah dari Ngaji Burdah bersama Dr. KH. Hilmy Muhammad