Informal Leader sebagai Revitalisasi Tradisi Pesantren

Informal Leader sebagai Revitalisasi Tradisi Pesantren

Oleh : Fachriza Nur Ichsani*

Pesantren merupakan lembaga sekaligus sistem pendidikan tertua di Indonesia. Beberapa sejarawan ada yang menyebut, pesantren telah ada pada zaman Wali Songo. Keberadaan pesantren didambakan, tetapi kadang pesonanya tak mampu membetahkan penghuninya.

Pesantren sering dicibir sebagai bagian dari kamuflase kehidupan, karena lebih banyak mengurusi soal ukhrowiyah ketimbang duniawiyah. Pesantren juga sering disebut sebagai pusat kehidupan, karena memproduksi kehidupan zuhud yang mengabaikan dunia materi. Padahal, orang pesantren menikmati kesederhanaan sebagai bagian dari panggilan moral keberagamaan

Pesantren bukan hanya sebagai wadah pendidikan agama saja akan tetapi didalam pesantren juga memiliki pola yang khas yang terdapat dalam pendidikan pesantren tradisional, yaitu: (1) independen atau mandiri; (2) kepemimpinan tunggal; (3) kebersamaan dalam hidup yang merefleksikan kerukunan; (4) kegotong-royongan; dan (5) motivasi yang terarah dan pada umumnya mengarah pada peningkatan kehidupan beragama, dari pola tersebut

Pola-pola khas tersebut sangat bermanfaat bagi seorang santri untuk menjalankan kehidupanya setelah berada dalam lingkungan masyarakat terutama adalah informal leader karena manusia diciptakan sebagai pemimpin minimal bagi dirinya sendiri dan sejatinya manusia baik laki laki atau pun perempuan akan menjadi pemimpin, hal tersebut juga dijelaskan dalam hadis

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya : Ibn Umar R.A berkata : saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal hal yang dipimpinnya. (HR. Bukhori, Muslim)

Pada dasarnya hadis tersebut menjelaskan tentang etika kepemimpinan dalam islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin.

Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang istri bertangung jawab kepada rumah suaminya dan anak-anaknya

Dari pentingnya memiliki etika kepemimpinan, pesantren adalah sebuah wadah yang membentuk informal leader bagi santri santrinya. Karena, lulusan pondok pesantren lebih diproyeksikan sebagai para pemimpin informal. Mereka akan berkiprah di tengah-tengah masyarakat secara fleksibel dan luwes.

Yang dimaksud pemimpin informal adalah pemimpin yang mendedikasikan kemampuan dan keterampilannya kepada umat di luar jalur pemerintahan atau birokrasi. Seperti ulama, kiai, cendekiawan, tokoh masyarakat dan ketua adat. Menjadi pemimpin informal sangat ideal bagi lulusan pondok pesantren, karena pemimpin informal di tengah-tengah masyarakat lebih bersifat pelayanan dan pengabdian dan pelayanan diberikan atas dasar tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan demi meraih pahala dari Allah SWT.

Hal tersebut sesuai karakter pendidikan pondok pesantren yang mengedepankan keikhlasan, ketekunan, kesabaran, kerja keras, kerja cerdas, tidak mudah menyerah, dan tawakkal. Serta keinginan menjadi manusia terbaik di hadapan Allah SWT dan masyarakat. Selain itu untuk medukung jiwa kepemimpinan dari santri santrinya.

Pondok pesantren juga memberikan bekal kepada lulusannya keterampilan dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan media dan keilmuan yang dimiliki. Kedua hal ini sangat berpengaruh untuk menumbuhkan lulusan, karena lulusan pesantren dituntut untuk menguasai spesialisasi tertentu sesuai karakter, bakat, potensi dan kompetensinya. Sehingga penerapanya bagi masyarakat dapat maksimal

Pendidikan kesetaraan dipondok pesantren memberikan substansi praktikal yang relevan dengan kehidupan nyata. Karena itu pendidikan kesetaraan lebih menekankan aspek keterampilan tanpa mengabaikan aspek intelektual, emosional dan spiritual.

Proses pembelajaran pada pendidikan kesetaraan di pondok pesantren lebih menitikberatkan pada mengasah keterampilan dengan mengenali permasalahan lingkungan serta cara berfikir secara kreatif untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pendekatan antara disiplin ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu keislaman, yang digali dari telaah kitab-kitab kuning khazanah pondok pesantren sehingga mendukung informal leader bagi santrinya

Para santri melakukan terobosan dalam penciptaan hal-hal baru yang baik dan konstruktif sehingga mampu memanfaatkan kemampuannya untuk menciptakan temuan-temuan baru yang berguna bagi umat manusia, disertai tanggungjawab sebagai makhluk Allah SWT, juga harus mampu memberikan penjelasan hukum keislaman atas hal-hal baru yang ditemukan. Penguasaan literatur keagaman dan khazanah kitab kuning memungkinkan lulusan pondok pesantren menjawab tuntutan perkembangan zaman juga menjawab berbagai masalah masalah yang ada dalam kehidupan bermasyarakat

Kesimpulanya informal leader merupakan tradisi pesantren yang harus tetap di jaga dan di lesatarikan karena pemipin yang fleksibel dan luwes sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Pemimpin informa; bertanggungjawab kepada masyarakat dan tidak mengenal rasa pamrih. Sehingga akan menciptakan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan saling mendukung.

Menjadi seorang informal leader tidak memerlukan orang yang pintar atau cerdas namun memerlukan seseorang yang memiliki jiwa istiqomah dalam hal menuntut ilmu seperti dalam surat fushshilat ayat 30

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣۰

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah (surga)  yang telah dijanjikan Allah kepadamu”

Ayat diatas tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang istiqomah. Juga akan mendapatkan perlindungan baik di dunia maupun di akhirat. Sesuatu yang mereka minta dan hajatkan akan Allah penuhi termasuk istiqomah dalam menuntut ilmu. Karena dengan ilmulah seorang santri dapat menjadi informal leader yang berkualitas dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.

*Santriwati Komplek Nurussalam Putri, Esai ini merupakan Juara Favorit dalam rangka Kompetisi Esai Haul 78 Al Maghfurlah KH. Munawwir bin Abdullah Rosyad dengan tema “Revitalisasi Tradisi Pesantren”

baca juga : Melihat Wajah Islam Moderat Indonesia

Redaksi

Redaksi

admin

522

Artikel