Jelang HUT RI, Pondok Krapyak Gelar Diskusi “ Membedah Kiprah Kyai dan Santri Sebagai Benteng NKRI”


KRAPYAK – Forum Komunikasi Mahasantri Pondok pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum kembali menggelar diskusi rutin bulanan bertema “Membedah Kiprah Kyai dan Santri sebagai Benteng NKRI”. Acara yang tebuka untuk umum ini digelar di komplek H Yayasan Ali Maksum pada Ahad (12/08/2018).
Pukul 13.45 WIB acara dibuka dengan doa bersama. Setelah itu, seluruh hadirin berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan khidmat. Hadir sebagai narasumber yakni KH Abdul Muhaimin dan KH Hilmy Muhammad.
Pak Abdul, sapaan KH Abdul Muhaimin merupakan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat Kotagede sekaligus alumni Krapyak, merasa sangat berbahagia dapat terlibat dalam diskusi ini.
“Bagi saya, tidak ada kehormatan yang lebih disyukuri melainkan kehormatan karena diundang oleh almamater sendiri. Tidak ada kenikmatan yang lebih membanggakan melainkan berada pada forum-forum diskusi bersama alumni” ujarnya sebelum menyampaikan materi. Kyai yang juga aktif pada berbagai forum sosial ini, menuturkan pentingnya diskusi semacam ini agar daya pengetahuan dan pemikiran santri semakin kritis.
Dalam materinya, beliau menjelaskan bahwasanya dalam kehidupan pesantren, terdapat proses yang belum tentu atau bahkan tidak ditemukan pada pendidikan formal yaitu transfer knowledge, transfer value, dan transfer spiritual antara kyai dan santri, sehingga kehidupan di pesantren mampu membentuk visi dan misi Santri.
Baca Juga : Launching Rangkaian Agenda Hari Santri 2018, Kemenag Sebut Santri “Pionir Perdamaian”
Oleh karenanya, Santri selalu memiliki kapasitas untuk menghadapi dinamika dan romantika kehidupan pada kondisi yang sangat anomali. “Kyai itu bapak kita, yang begitu egaliter dalam mendidik santrinya”, terang beliau.
Selain itu, hadirin juga diajak untuk menelisik kembali kehidupan pesantren zaman dulu yang sangat tradisional, sederhana, dan eksotik. Meski begitu, sejak zaman dulu, pesantren telah memiliki kontribusi nyata bagi NKRI dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekanan, meski di atas kertas sejarah tidak menulisnya.

Beliau juga berpesan, agar santri sekarang tidak hanya sebagai gula-gula, santri tidak boleh hanya terjebak kepada fenomena halal haram. “Santri jangan terbuai dengan sejarah cemerlang masa lampau, karena tantangan masa depan akan lebih kompleks”, tegas beliau.
Pada kesempatan yang sama, Pak Hilmy sapaan KH Hilmy muhammad menyoroti posisi santri yang saat ini semakin tergerus. Sama halnya dengan Pak Abdul, pak Hilmy juga mengajak hadirin untuk mengingat kembali peran kyai dan santri pada zaman perjuangan merebut kemerdekaan dan setelahnya. Bahwa santri telah melang-lang buana di berbagai posisi, mulai dari medan perang, politik, sosial budaya, dll. Beliau juga berpesan agar para santri tidak berpandangan sempit. Terlebih dalam bernegara, santri harus turut berkontribusi ngurusi negara sebagai bentuk cintanya terhadap NKRI, Hubbul wathon minal iman.
Baca Juga : Membendung Paham Radikal, Sahal : Santri Perlu Formulasi Jitu
“Santri tidak boleh membatasi diri hanya di dalam pesantren. Kalau bisa jadi tentara, jadilah! Bisa jadi presiden, menteri, gubernur, jadilah! Jangan sampai umat Islam semakin terpinggir” ,tutur beliau.
Usai penyampaian materi, acara dilanjut dengan sesi tanya jawab antar narasumber dan audiens. Acara selesai dan ditutup dengan doa sekitar 15.45 WIB. (Nur Afifi/Azza Awani)
