Para cendikiawan tafsir di Nusantara semakin muncul ke permukaan, selain tafsir-tafsir masyhur yang sudah biasa dikaji, beberapa tafsir yang terdengar ‘asing’ dikuping rakyat awam mulai terlihat di penjamuan, baik di pesantren-pesantren, seminar-seminar, diskusi-diskusi dan acara yang serupa.
Pada tulisan kali ini, penulis menyorot karya cucu Kiai Munawwir, tuannya sanad Al-Qur’an dan guru qira’ah sab’ah nusantara, yakni kitab Maunah fi Tafsir Surah Al-fatihah daripada karya KH. R Abdul Hamid Abdul Qodir.
Biografi Mufassir, KH. R. Abdul Hamid Abdul Qodir
Dikutip dari laman web Maunahsari.com, sejarah intelektual KH. R. Abdul Hamid Abdul Qodir di mulai dari jenjang pendidikan formal selama 13 tahun di Krapyak.
Tahun 1979 Kiai Hamid meneruskan menghafal Al-Qur’an hingga khatam di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman Yogyakarta.Tahun 1981 beliau kembali menggali wawasan keilmuannya di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri sebagai santri musyawirin sampai tahun 1984 dan juga menjadi santri di PTQ. Ma’unah Sari, Bandar Kidul, Kota Kediri.
Lebih lanjut, beliau menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Raudlotul Ulum Cidahu Pandeglang Banten Jawa Barat pada tahun 1985 sampai 1987. Kiai Hamid juga pernah menjadi santri di berbagai pondok pesantren yaitu Pondok Kaliwungu Kendal, Pondok Petuk Mojo Kediri, Pondok Ngunut Tulungagung, dan Pondok Ngrangkok Pare Kediri.
Setelah selesai dari Jawa Barat beliau kembali ke Krapyak guna belajar Qira’ah Sab’ah kepada KH.R. Muhammad Najib Abdul Qodir pada tahun 1987-1988.
Pada tahun 1989 beliau diberi amanat meneruskan tongkat estafet pengasuh pesantren Ma’unah Sari, Bandar Kidul, Kota Kediri setelah pamannya wafat.
Saat menginjak usia 30 tahun, beliau menikah dengan putri KH. Abdullah Faqih, Malang, Jawa Timur yakni Ny. Hj. Luluk Maftuhah Afdah yang pada masa itu berusia 20 tahun. Dari buah pernikahannya, beliau dikaruniai enam putra-putri.
Kiai Hamid memiliki beberapa buah karya; Setetes Embun Penyejuk Hati: Biografi KH. M. Mubassyir Mundzir diterbitkan oleh PTQ Ma’unah Sari pada tahun 2002, Daftar Kandungan Qur’an (terjemah dari “Subject Index of the Holy al-Qur‟an” karya Fazlurrahman), Buku Panduan Riyadloh “41 khataman, kitab Al-Ma’unah Fi Tafsiri Surah Fatihah. (Maunahsari.com)
Baca Juga:
Aspek Penulisan Kitab al-Maunah fi Tafsir Surah Al-fatihah

Sebuah khazanah intelektual Nusantara, yang sarat pengajaran diberi nama al-Maunah. Selain dengan alasan mengabadikan nama pesantren yang beliau asuh, tersirat harapan agar kitabnya mendapatkan pertolongan (maunah) dan ridho dari Allah SWT. (Sihailia Fahmaya : 2019, 43)
Memuat 18 bab di dalamnya, dengan 88 halaman, dibuka dengan pengantar oleh KH. Ahmad Idris Marzuki (PP. Hidayatul Mubtadi’in, Lirboyo) dan KH. Muhammad Basori Alwi al-Murtadlo (PP. Ilmu Al-Qur’an, Singosari, Malang) yang mana keduanya sangat mengapresiasi karya tersebut agar para pelajar dapat mendalami makna Al-Qur’an. (Maunah Fi Tafsir Surat Al-Fatihah : 2013, 3)
Lebih lanjut dalam pendahuluannya, beliau memaparkan latar belakang penulisan kitabnya. Mengingat pentingnya mengetahui fadhilah surat al-fatihah maka kitabnya ditujukan sebagai sumber pengajaran bagi kaum pelajar khususnya para santri yang beliau asuh sendiri.
Kitab ringkas ini memuat segala seluk beluk surah Al-Fatihah. Hal itu terlihat dari bab yang terkandung di dalamnya. Sistematika penyajian tafsir ini menggunakan model tematik klasik.
Sedangkan dari segi metode yang digunakan, tampak adanya inkonsistensi dari pihak mushonnnif yakni metode yang disajikan menggunakan metode tahlili namun, ada beberapa bagian yang ditafsiri secara ijmali. Akan tetapi, Kitab al-Ma’unah secara keseluruhan menggunakan model mawdli’i (tematik ayat/ surat) bukan mawdlu’i (tematik pembahasan/tema) walaupun tafsir yang disajikan dalam kitab tersebut menggunakan tahlili. (Komunitas Hikam : 2021)
Layaknya pakar tafsir kebanyakan, bab awal dibuka dengan ayat atau surat yang akan dikaji, bab kedua dengan penyebutan istiazah, bab ketiga penyebutan basmalah, ke-empat berisi baina yadai as-surah, ke- lima kelebihan surat Al-fatihah, ke-enam pembahasan tafsir istiazah, ke-tujuh tafsir terhadap basmalah, ke-delapan tahlili dalam segi lafaz, dilanjut bab amin.
Setelahnya adalah bab makna ijmali, bab beberapa poin tafsir, bab adadi ayat al-fatihah, bab bahasan bentuk Qira’at, bab bentuk i’rabnya, dilanjut bab hukum syariatnya, bab hikmah tasyri’, ke-tujuh belas manfaat surat Al-fatihah, yang terahir adalah bab referensi kitab. ( Maunah Fi Tafsir Surat Al-Fatihah : 2013, 85)
Pada bab penafsiran Al-fatihah, mulanya diawali dengan gaya penafsiran tahlili lafzi, kemudian setelahnya Al-fatihah ditafsirkan secara ijmali, yang terahir lathaif at-Tafsir alias penafsiran pada setiap ayat fatihah.
Istimewanya kitab ini adalah membahas qira’atnya serta hukum-hukum yang terkandung, yang mana membuat kitab ini berbeda dengan tafsir al-fatihah kebanyakan.
Contoh Pembahasan Qira’ah dalam Kitab al-Maunah
Kali ini, penulis mengfokuskan pada bagian ayat ketiga,
(مالك يوم الدين)
Imam Ashim dan Imam Ali membacanya dengan menetapkan alifnya lafadz (مالك) dengan mengikuti wazan فاعل. Sedangkan selain dua ulama itu membuang alifnya.
Imam Ibnu Al-Jauzi berkata, bacaan ملك lebih jelas dalam memuji, sebab setiap ملك (raja) sudah pasti مالك (menguasai) tapi tidak sebaliknya. Imam Ibnu Al-Anbari berkata, lafadz مالك bisa dibaca dengan 5 cara, yaitu:
مالك
ملِك
مَلْك
مليك
ملاك
Akan tetap tiga yang terakhir sangat jarang (syadz)
Sumber Rujukan dan Pedoman Tafsir Maunah
Al-Mushaf as-Sharif, al-Taisir fi Al-Qiraat al-Sab’i karya Abu Amr Utsman bin Said al-Dlany, al-Nashir fi Al-Qiraat al-Asr milik Imam al-Hafiz Muhammad bin Muhammad al-Damashqiy, al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Tantawi Jauhari, Rawai’u al-Bayan fi Tafsir ayat al-Ahkam karya Muhammad Aly al-Sabuni, Hazainatu al-Asrar Jalilatu al-Azkar karya Muhammad Haqi al-Nazili, kemudian kitab Faid al-Barakat fi Sab’i al-Qira’at milik Muhammad Arwani Amin al-Kudus, Qawaid al-Tajwid ala Riwaya Hafs an Ashim milik Abd al-Aziz bin Abd al-Fattah al-Qari, terakhir Tafsir al-Fatihah Ahmad bin Ashmuni.
Wallahu A’lam
Editor: Redaksi
Baca Juga:
