Stand Hissban
Krapyak, Majlis Sholawat Habib Syekh tak sopan apabila diragukan keramaian dan kepadatan oleh para pengikutnya, Syekhermania. Sedari Sabtu sore (11/02/2017), beberapa jama’ah dari beberapa daerah, telah banyak yang datang. Meskipun hujan sedikit membasahi bumi Krapyak, tapi ghirroh tak sanggup lagi terbendung. Berangsur-angsur dan para jama’ah terus bertambah. Merubah bumi Krapyak menjadi lautan manusia.
Acara yang diselenggarakan atas kerjasama antara Komplek Padang Jagad dalam naungan Pondok Pesantren Al Munawwir dengan JTMJP (Jama’ah Ta’lim Wal Mujahadah Jum’ah Pon) yang sama-sama diasuh oleh KH. Chaidar Muhaimin tersebut, menyertakan pula beberapa personil Polda dan TNI Yogyakarta dalam hal keamanan. Masing-masing menempati post tersendiri, sesuai komando dari atasan.
Dalam Majlisnya sendiri, yang bertempat di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak Yogyakarta, di area pusat (sekitar panggung) jama’ah laki-laki dan perempuan, secara terpisah, memenuhi, dan bisa jadi tanpa celah. Begitu pula apa yang nampak di area luar Pesantren, di sepanjang Jln. KH. Ali Maksum pun dipenuhi oleh para jama’ah yang tidak mendapatkan tempat di dalam. Sehingga, dengan terpaksa mereka membeli tikar plastik daur ulang seharga dua ribuan, digunakan hanya untuk sekedar duduk bersila dengan santai dan khusyuk dalam menikmati lantunan Sholawat Habib Syech dan Ahbabul Mushthofa. Meskipun di kanan dan kiri jalan, dipenuhi para pedagang yang menjajakan warna-warni dagangannya.
para pembeli di stand Fosster
Pelapak yang berderet di kanan-kiri jalan, tidak hanya pelapak dari luar saja, para Santri Al Munawwir pun tidak sedikit yang membuka lapak. Misal Toko Al Munawwir, Stand Komplek Q, Hisban (Himpunan Santri Karesidenan Banyumas), Fosster (Forum Silaturrahim Santri Tegal-Brebes).
Secara terpisah stand-stand tersebut didirikan. Pun dengan barang yang dijajakan juga berbeda-beda. Ada yang secara khusus menjual makanan khas daerahnya, ada barang khas Pesantrennya, yang masing-masing dibuat oleh para santri sendiri. Hal ini merupakan nilai penting dari wujud kreativitas para Santri di bidang minat dan bakat serta wirausaha.
Tetapi, ada satu pola keresahan yang dirasakan oleh para santri yang ketika itu membuka stand, antara lain adalah keresahan mengenai management keuangan. Mereka cenderung kesulitan di area sana, bahkan sampai tidak menjadi hal yang, fardhu diperhatikan oleh mereka. “kami belum sempat memikirkan hal tersebut. Intinya, niat awal kami dalam membuka stand ini, hanya upaya kecil kami untuk menyatukan beberapa anggota kami, alias mempererat tali silaturrahim antar satu anggota dengan anggota lain”. Ujar Muhammad Imam Fathurrahman., ketua Fosster.
Strategi dalam memperkuat organasasi sedari awal memang berupa penguatan anggota secara internal. Sebagai sikap bijak, pengurus memang harus membanting tulang untuk mendekati secara personal para anggotanya supaya bisa diajak kerja secara kolektif. “Fosster sendiri adalah Orda yang terhitung masih baru, sekitar dua tahunan berdiri. Sehingga konsentrasi kita masih terpusat pada penguatan anggota”. Lanjut Santri Madrasah Huffadh 1 tersebut.
Stand Fosster
Hal senada juga diungkapkan oleh Zainuddin, ketua Hisban, “Kami bertujuan untuk mengeratkan anggota, saling berinteraksi, bersilaturrahmi. Sebab intensitas ketemu juga susah. Santri yang notebene beda-beda komplek. Untuk kumpul pun susah. Jadi buka lapak ini sebagai moment ideal untuk anggota satu dengan yang lain saling bertemu”.
Ketika disinggung perihal ekonomi/finansial “kita belum ada tujuan yang mengarah ke sana, dalam hal Stand ini. Sebab struktur dan pembagian tugas pengurus yang masih tumpang-tindih dan proker serta kerja kedepan masih dalam tahap penggodokan”. Tegas Santri Madrasah Huffadh 1 tersebut.
Dalam beberapa kesempatan, entrepreneurship memang bukanlah hal asing di mata santri. Sudah banyak forum-forum dalam wujud pelatihan mengenai entrepreneurship di Pesantren. Santri dicoba digodok pengalaman berniaganya, berdagangnya, beribadah perniagaannya. Itu pelatihan.
Tapi melihat kejanggalan yang ditemukan di kedua Orda tersebut (Fosster dan Hisban), yakni finansial, yang sampai saat ini belum mendapat post terbaiknya sehingga kesannya, proses berjalannya organisasi tak melibatkan finansial. Artinya, dia dinomor-duakan setelah integritas para anggotanya. Di sisi lain, beberapa Orda tersebut, mayoritas anggotanya adalah dari Santri Krapyak.
“Nah, mungkin, dalam beberapa event ke depan, dari pihak pengurus pondok bisa menanggapi hal tersebut dengan beberapa upaya untuk mewadahi beberapa Orda yang telah berdiri”. Ujar salah satu Pengurus Pusat Al Munawwir, M. Syukron Farda. Selebihnya, adanya beberapa upaya dalam pendidikan berwirausaha ini, nantinya, tidak sukar di telinga para santri, berkaca kepada tauladan kita Nabi Saw—perihal perniagaan. (afrizal)
