Ukuran baik-buruk seseorang akan semakin tampak ketika ia telah tiada dan pergi meninggalkan kita semua. Akan tetapi, seseorang yang semasa hidupnya selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat kepada orang lain akan meninggalkan bekas yang begitu dalam bagi orang yang ditinggalkan.
Tepat setahun yang lalu, Senin 4 Januari 2021, Krapyak merasakan duka mendalam akan kepergian sosok kiai ahlu Quran, Romo K.H. R. Muhammad Najib Abdul Qadir. Ribuan orang berduyun-duyun mendatangi pondok Krapyak untuk bertakziah dan mengikuti prosesi pemakaman almarhum hingga usai. Suara kalimat tauhid dan isak tangis para pentakziah seakan memenuhi petala langit Krapyak mengiringi pemberangkatan jenazah beliau ke Makam Dongkelan.
Kesedihan itu masih terasa ketika rangkaian peringatan haul K.H. R. Muhammad Najib Abdul Qadir digelar pada (20/12). Hujan deras yang mengguyur Krapyak pada sore harinya sempat membuat khawatir panitia dan para santri. Kursi-kursi yang sedari awal sudah tertata rapi terpaksa dikondisikan terlebih dalulu sebab terendam air hujan. Namun seakan alam ikut hurmat dan menyukseskan peringatan haul seorang ulama ahli Quran, sesaat sebelum acara dimulai, hujan yang sebegitu deras menjadi reda.
Peringatan haul perdana ini sukses dilaksanakan dengan khidmat dan sederhana dengan K.H. Mohammad Dian Nafi (Pengasuh PP. Al Muayyad, Sukoharjo) sebagai pengisi Mauiḍoh Hasanah. Dalam kesempatan ini beliau menderma sebuah tema besar “Bobot Setiap Orang itu Sekadar dengan Sesuatu yang Dapat Memperbaiki Dirinya”. Beliau menyampaikan seputar uswah dan keteladanan almarhum yang pantas dikenang dan dijadikan pelajaran bagi semua orang, terlebih para santri yang sedang dalam proses menghafal Al-Quran. Sosok Romo Kiai Najib merupakan hāmilul quran yang benar-benar mewakafkan dirinya untuk mengajar dan mengaji Al-Quran semasa hidupnya.
Ciri khas ta’lim Al-Quran yang dimilki beliau tampak sedari masa kecilnya. Beliau ditinggal oleh sang ayah ketika berumur 7 tahun. Wal hasil beliau diasuh dan menuntut ilmu secara langsung kepada pamannya, K.H. Ahmad Munawwir. Beliau juga sering menyertai K.H. Ahmad Munawwir mengisi simaan Al-Quran di berbagai majelis. Dapat dibayangkan, di usia tingkat sekolah dasar beliau telah hafal Al-Quran. Bahkan dalam usia setingkat madrasah tsanawiyah beliau sudah menjadi badal mengajar Al-Quran. Jika dihitung-hitung beliau telah berkhidmah selama 57 tahun dari umur beliau untuk ta‘limu Al-Quran. Hal tersebut kemudian memberikan sebuah uswah kepada generasi-generasi muda untuk tertarik mengaji Al-Quran.
K.H. Mohammad Dian Nafi menegaskan bahwa siapapun yang mau nyecep (mencicipi) Al-Quran maka ia akan senantiasa diberikan Allah kekuatan dan maziyah (keistimewaan). Sehingga dari situ tumbuh asar-asar (bukti-butki) kecerdasan dan kesempurnaan dalam pribadinya, dan inilah yang dialami oleh almarhum Romo Kiai Najib.
Diantara maziyah dan kebaikan yang almarhum miliki ialah alkhidmah atau mengabdi, dimulai dari mengikuti adab dan keilmuan guru-guru beliau, dari simaan satu ke simaan lain, dari menjadi imam tarawih 30 juz, sampai pada akhirnya beliau mendapat amanah menjadi Rais Syuriah di tingkat Pengurus Besar Nahdhatul Ulama. Terkait akhlak yang beliau miliki, baik warga, santri dan bahkan wali santri mengakui sopan santun dan tawaḍu Romo Kiai Najib kepada siapapun.
Sedikit paparan ini tidak akan mampu melukiskan sekian keindahan yang ada para pribadi beliau. Namun yang jelas, konsep qīmatu kulli `imri`in ma‘a yuhsinuhu (kualitas seseorang itu bergantung dari perbuatan baik yang dia lakukan) benar-benar telah mendarah daging dan tergambar secara nyata oleh laku-lampah K.H. R. Muhammad Najib Abdul Qadir. Sekian, Wallahu A‘lam.
Dikutip dari Mauidhoh K.H. Mohammad Dian Nafi (Pengasuh PP. Al Muayyad, Sukoharjo)
Oleh: Abdillah Amiril Badawi (Santri Madrasah Huffadh 1)