Asma’ binti Abu Bakar ialah putri dari seorang Amirul Mukminin yaitu Abu Bakar As Shiddiq. Silsilah dari ayahnya yaitu dari Abu Bakar (Abdullah bin Abi Qhuhafa Ustman) dan ibunya Qutaila binti Abdul al-Uzza al-Ameriya. Dari jalur ayah, Asma’ bin Abu Bakar merupakan saudara perempuan Sayyidah Aisyah.
Asma’ atau yang biasa dikenal dengan “Dzāt al-Nithāqain” (perempuan pemilik dua selendang) sebagai julukan yang diberikan langsung oleh Rasulullah, lahir pada tahun 27 sebelum Hijriyah, dan termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam (Assabiqun al-Awwalun). Suaminya bernama Zubair bin Awwam. Dari pernikahannya, ia melahirkan putra berjumlah lima orang dan putri berjumlah tiga orang. Diantara putranya, Abdullah bin Zubair dikenal sebagai salah satu dari keempat orang-orang yang terkemuka dalam bidang hadis (al Ibadalah al Arba’ah).
Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab Bihayah wa al-Nihayah bahwa Asma’ binti Abu Bakar adalah orang yang memeluk agama Islam pada usia tujuh belas tahun. Asma’ dan suaminya berhijrah saat mengandung putra pertamanya, Abdullah, dan melahirkannya di Quba, Madinah. Ia sangat gigih dalam menegakkan ajaran Islam.
Tak hanya itu, Asma’ bin Abu Bakar turut serta dalam menyaksikan dan mengalami langsung perang Yarmuk. Ia melakukan perang bersama putra pertama dan suaminya. Ia menunjukkan keberaniannya membawa sebilah belati dan bergabung dalam pasukan Said bin ‘Ash di masa fitnah. Sebilah belati itu diletakkan di balik lengan bajunya.
Selain itu, Asma’ juga dikenal sebagai seorang pengarang dan penyair. Ia memiliki kata-kata yang sangat indah dan tajam. Ketika Zubair bin Awwam dibunuh oleh Amru bin Jarmuz al-Mujasyi di sebuah daerah bernama Wadi al-Siba yang memiliki jarak lima mil dari Basrah sepulangnya dari Perang Jamal, Asma bin Abu Bakar melantukan sebuah syair:
Esok datang Ibnu Jarmuz dengan seekor kuda penuh semangat
Di hari kegembiraan meski tanpa nyanyian
Wahai Amru, bila kau perhatikan, tentu kau dapatkan
Jangan sembarangan, hingga menggetarkan hati
Jangan kau biarkan tanganmu sembarangan
Karena ibumu akan kehilangam
Bila kau terbunuh, jadilah seorang yang muslim
Semoga terbebas dari siksaan yang telah dijanjikan
Asma’ meminta kepada putra dan putrinya untuk selalu menjadi seorang yang berkemauan keras dan pemberani. Hal ini dibuktikan saat Bani Umayyah hendak membunuh putranya. Pada saat putranya berkata kepada Asma’ bahwa ia takut bernasib sama seperti ahli Syam. Asma’ pun spontan menjawab perkataan putranya itu, “Apa yang ditakutkan oleh seekor domba disaat disembelih?”
Artinya tidak ada yang perlu ditakutkan saat nasi telah menjadi bubur, yakni merupakan sebuah keharusan untuk melawan Bani Umayyah. Ketika telah membunuh putranya, al-Hijaj bin Yusuf al-Thaqfi mengunjungi Asma’ dan mengatakan, “Bagaimana mungkin engkau menganggapku sebagai musuh Allah?” maka Asma’ menjawab, “Disaat engkau telah membunuh anak kandungku itu, maka akhiratmu pasti akan merugi!” Al-Hijaj yang mendengar jawaban Asma’ terkejut seraya membela dirinya, “Anakmu telah melakukan kekafiran di muka bumi ini.” Namun Asma’ membantah perkataan al-Hijaj dan berkata dengan sangat lantang, “Engkau benar-benar seorang pendusta!” (Sumber: Terjemah buku Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Syaikh M. Said Mursi).
Saat putranya yang bernama Abdullah bin Zubair terbunuh, Asma’ juga melantunkan sebuah syair:
Tiada bagi kekuasaan Allah yang tidak mungkin terjadi
Setelah suatu kaum membunuh
Antara zam-zam dan maqam Ibrahim
Mereka terbunuh oleh kekeringan yang mencekik
Membusuk, dengan berbagai penyakit kusta
Tak hanya itu saja, Asma’ bin Abu Bakar merupakan salah satu periwayat hadis Rasulullah SAW yang sangat diakui oleh ahli hadis. Ia meriwayatkan 58 hadis, yang 13 diantaranya telah disetujui oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Bukhari memilih 5 dan Imam Muslim memilih 4. Beberapa tokoh rawi hadis seperti Ibnu Abbas, Fatimah binti Mundhir, dan para rawi hadis lainnya juga beberapa kali meriwayatkan hadis dari Asma’ bin Abu Bakar.
Salah satu hadis yang ia riwayatkan dari Rasulullah SAW adalah bahwa ia berkata, “Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan syirik sebelum masa kedatangan Rasulullah SAW, sedangkan anak laki-lakinya mati dalam keadaan musyrik setelah masa kenabian Rasulullah.” Kemudian ia meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, seraya berkata kepadanya, “Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan musyrik, apakah aku harus menshalatinya?” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Iya, tertentu untuk ibumu.”
Pada tahun ke-73 Hijriyah, Asma’ binti Abu Bakar meninggal dunia. Ia menghembuskan nafas terkahirnya di Mekah, pada usia seratus tahun. Al-Hakim meriwayatkan atas Musab bin Abdullah bin al-Zubair, ia berkata “Asma’ binti Abu Bakar meninggal setelah pembunuhan putranya Abdullah bin al-Zubair di malam hari, dan dia terbunuh pada hari Selasa, malam ketujuh belas, Jumadil Ula pada tahun tujuh puluh tiga” (Sumber: Mustadrak Al Hakim, vol 4 hal 72).
Allah menakdirkan Asma’ memiliki usia panjang, tidak ada satupun giginya yang patah, dan otaknya masih sangat sehat, pikirannya tetap kuat tidak seperti orang-orang tua. Begitu pula keimanannya, ia senantiasa teguh dalam ketakwaan. Asma’ adalah orang terakhir yang meninggal diantara golongan kaum Muhajirin (Sumber: Adz Dzahabi, vol 2 hal 296).
Oleh: Nur Tata (Komplek Nurussalam Putri)
Editor: Arina Al-Ayya