Oleh : KH Ali Maksum
Sebelumnya, marilah beristidhar atau mengingat jasa-jasa para pendahulu kita yang telah mendirikan jam’iyah NU dan mengembangkannya hingga sampai pada taraf yang diarunginya sekarang. Dengan segala ketekunan, darma bakti dan pengorbanan para perintis yang sekian lama menjadi sesepuh kita, telah memberi warna sendiri pada kehidupan NU, suatu warna yang sedikit pun tidak akan terpupus selama jam’iyah NU masih ada di muka bumi. Dan inilah Khittah 1926.
Lewat wadah Jam’iyah yang beliau cintai, para perintis yang mendirikan dan memimpin NU di masa lampau itu juga memberikan darma bakti kepada perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan di saat itu dan perjuagnan negara untuk melestarikan kemerdekaan tersebut. tidak perlu kita kemukakan secara terperinci bentuk darma bakti yang telah diberikan para sespuh NU yang kini telah berpulang ke rahmatullah bagi perjuangan membentuk serta membangun bangsa dan negarra karena sejarah telah mengabadikan dengan cermat.
Hal ini kita lakukan sesuai dengan kalam hikmah yang berbunyi:
الفضل للمبتدى وإن أحسن المقتدى
“keutamaan tetap berada pada perintis, kendatipun para penerus mengembangkan dengan kebaikan”.
Sejarah panjang telah dilalui NU dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat dalam usianya yang mencapai 60 tahun menurut “taqwim hijriyah” (pada tahun 1983, ed).
Tentu saja kemampuan NU telah diuji dalam berbagai peristiwa besar dan menentukan bagi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Baik dalam kaitan kiprahnya sebagai salah satu dari jajaran organisasi Islam, sejak masa berdirinya MAIHS (Muktamar Alam Islami Hindi Syarqiyah), MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), saat-saat melahirkan Pancasila, revolusi fisik, revolusi jihad 1948, peristiwa tahun 1952 di mana NU keluar dari Masyumi, saat-saat Konstituante, tragedy Gestapu/PKI, dan zaman pembangunan ini. hal ini mengikuti apa yang diisyaratkan dalam suatu ayat:
فأما الزبد فيذهب جفاء وأماما ينفع الناس فيمكث في الأرض
“Adapun buih akan hilang sebagai sesuatu yang tidak berharga, sedangkan sesuatu yang memberikan manfaat kepada manusia akan tetap berada di bumi”.
baca juga : NU dan Kemaslahatan Dunia”
NU berhasil sesuai gambaran yang tertuang di atas, karena ia mampu mewujudkan berbagai manfaat dan maslahat yang dipetik dari ajaran Allah sebagai Dzat yang memberi kepada kita bersama kekuatan dan rahmat untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupan di muka bumi.
Karena itulah, NU yang telah digariskan Allah di dalam Alquran yang telah diturunkan melalui wahyu kepada Rasulullah saw dan diperjelas dengan sunah beliau, kemudian dijabarkan dalam praktek kehidupan para sahabat dan pengkut beliau lalu dibakukan oleh para ulama dari masa-masa secara cermat, teliti, dan penuh keahlian. Ketentuan-ketentuan itulah yang kemudian disaripatikan dalam paham ahlussunnah wal jama’ah dan diabadikan dalam mazhab-mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali sebagai hukum Islam atau fikih.
Ketegaran untuk berpegang pada ketentuan-ketentuan di atas memberikan peranan tersendiri kepada NU, yaitu untuk menunjang kiprah para ulama memberikan bimbingan rohani dan pengarahan moral serta orientasi kepada bangsa, sedangkan pemerintah berperan mempelopori dan mengelola hampir seluruh aspek fisik dan yang bersifat kuantitatif dari pembangunan nasional.
baca juga : Urgensi Sikap dalam Perjuangan”
Kedua unsur tersebut memiliki perasaan yang saling menunjang, walaupun dalam keadaan nyatanya hal itu dilakukan melalui pertukaran pandangan dan perbedaan pendapat melalui permusyawaratan yang jujur dan terbuka. Hal itu merupakan suatu hal yang memiliki kebenaran dari sudut agama, karena Islam tidak pernah memisahkan masalah agama dari politik dan kemasyarakatan. Nabi Muhammada saw bersabda:
العلماء امناءالله في أرضه
“Ulama adalah pemegang amanat dari Allah di muka bumi”.
Tanggungjawabnya kepada bangsa dan negara jelas sekali termasuk dalam makna amanat yang harus dipikulnya tersebut. sedangkan Sahabat Usman bin Affan menyatakan:
إن الله ليزع با اسلطان ما لا يزع بالقرأن
“Sesungguhnya Allah menolak (keburukan dan kerusakan dengan kekuasaan pemerintah, apa yang tidak ditolak-Nya dengan Alquran (saja)”.
Maksudnya, ajaran Alquran akan terlaksana dengan sempurna, apabila didukukng oleh langkah-langkah pemerintah, semisal pemberantasan perjudian, kemaksiatan, minuman keras, dan pemakaian label haram/halal.
