Jangan lupa, susun jadwal kerja. Hal ini menjadi bagian penting karena dengan jadwal kerja atau menulis yang terususun maka penulis bisa produktif dan konsisten.
Oleh: Rr Aninda Wibowo*
Ada yang menarik Sabtu pagi (28/1) di Pesantren Al-Munawwir. Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik berkesempatan mengisi Seminar Dakwah Virtual bertema Menjaga Marwah Bangsa Melalui Media.
Kang Abik menyampaikan banyak poin soal kepenulisan dan media. Tapi yang paling menarik bagi saya adalah pembicaraan mengenai senjata utama penulis.
Sebelumnya, Kang Abik mengatakan pertama-tama seorang penulis harus menjadikan kisah cinta sebagai bumbu cerita, lalu seorang penulis harus menulis bagian yang bisa disebut fakta. Karena sekalipun sebuah kisah itu fiksi tetap saja dibingkai dengan kejadian-kejadian fakta.
Kemudian, pembicaraan paling berkesan untuk saya adalah bagian ide. Kang Abik mengibaratkan ide itu seperti ikan di lautan dan penulis itu nelayannya. Kalau penulis yang duduk-duduk menunggu ide itu ibaratnya nelayan yang hanya duduk di pinggir pantai dengan sebatang rokok dan menunggu ombak mendatangkan ikan besar di hadapannya.
“Mungkin gak?” tanya beliau.
Jangan bilang gak. Mungkin saja ada ikan terdampar dan di bawa pulang. Begitu guraunya. Tapi, masalahnya kita tidak akan tahu itu terjadinya kapan. Mungkin juga hanya 10 tahun sekali. Nah, itulah nelayan malas. Penulis malas juga sama. Kerjaannya duduk-duduk saja mengharapkan ide besar datang lalu karyanya best seller dan difilmkan.
Bisa, tapi tidak bisa untuk jaga-jaga.
Karena kalau nelayan kreatif, jelas ia akan memburu ikan. Dan penulis kreatif Memburu ide. Paling penting penulis harus menggunakan seluruh indera untuk menangkap ide. Dengan apa? Baca Al-Quran, surat kabar, buku cerita dan karya lainnya. Dengar curhat teman juga bisa.
Poin berikutnya jangan berani-berani membuat sad ending. Kalau bisa buat happy ending. Lalu harus ada kerangka karangan. Dari awal hingga akhir. Harus memiliki kelengkapan data. Sastra itu detail ungkapnya, maka tulislah tulisan dengan data yang detail.
Selanjutnya memenuhi 5W+1H (what, why, when, who, where, how) dan yang ke tujuh tambahkan “Anehkah?” Kenapa harus ada ‘anehkah?’ Agar kita bisa menulis sesuatu yang unik. Berikutnya catatlah hal-hal penting, tinjau ulang cerita.
Jangan lupa, susun jadwal kerja. Hal ini menjadi bagian penting karena dengan jadwal kerja atau menulis yang terususun maka penulis bisa produktif dan konsisten. Berikutnya tulis bab demi bab, dan terakhir tulis dengan hati dan jiwa.
Tambahannya, jangan sekali-kali jadi kritikus ataupun editor saat cerita belum selesai ditulis. Karena kritikus dan editor hanya bisa dilakukan penulis saat karyanya telah selesai ditulis. Dan kesan saya, saya memang bukan penggemar berat Kang Abik, terlebih karyanya yang pernah saya baca baru Pudarnya Pesona Cleopatra.
Tapi terlepas dari fakta itu, seminar pagi tadi benar-benar menyenangkan, berkesan, menambah wawasan dan menambah gairah saya untuk tetap berpikir bahwa semua orang bisa menjadi penulis. Penulis yang bermanfaat bagi siapapun. [Aninda]
*Santri Komplek R2