Cacing dan Semut Musuh Terhebat Ku
Tak dapat ku cincang
Cacing,
Semut dan teman-temanya
Meski aku tuan rumah
Yang kaya harta dan segalanya!
Kaleng
Joget-joget molek
Tangan melambai
Menjinjing rok mini
Gemolet suara
Gincu tebal menghiasi bibir
Kecup, kesana kemari
Demi dunia
Kemerlap kota
Nyenyet
Senyum menusuk
Bahkan!
nyenyet, membunuh
nyenyet, mengepal suara
nyenyet, membungkam mata
Hingga!
Bisik menghantui telinga
Jenuh
Jenuh
Mata mendengar
Bisik Telinga
Kepada diri
Kecewa terbelenggu
Mencekik leher
Sampai empunya
Petik kembang
Mata sembab
Sembab mata
Tanpa kira-kira
Petik kembang
Mencomot senyum girang
Kini tumbang
Berlari mencari cabang
Dan, harus tenang
Do’a
Segala do’a dosa ku
Tuhan memberi
Bagimana caranya untuk tidak berdo’a !
Seperti itu
aku ada
ada Aku
Perih menyeru
Ruh tertiup
Ada janji
Ada aku
Kelak nanti
Terus seperti itu
Sudut Kota
Kopi hitam Kupu-kupu
Aku duduk sejenak
Lalu berkemas dan beranjak
Kopiku
Mengembun karena uap panas
Tercecer kopiku menetes
Kau merayu mengajak
Tak pernah beres
Nongkrong
Ngunyah kopi
Tak lupa cawan dijinjing
Pecah gelas berkeping-keping
(suara licik bertaburan dalam telinga)
Luluh Lantah
Ramai takut, tak pernah menggugah
Ranjang menjerit, selimut tertarik
Sepi desah
Hilang arah
Tabu Rindu
Tuhan, Engkau !
Apa memperhatikanku
kau gagal membunuh rinduku,
Tuhan! aku telah hancur lebur.
Tuhanku lumat,
jiwaku rontok
Tuhan rindu itu sudah tida.
Mincuk Sego
Kebul luweng
Centong, ceting nadahi
Sego dipincuk
Melebu luweng
Seraya tak tau malu
(tak ada yang mengira, kematian dimana pun)
*Penyair adalah Pegiat Sastra yang berteduh di Komplek Q PP. Al Munawwir
Sumber Gambar : Indie Emergente