Seni Arsitektur dan Narasi Islamisasi Nusantara

Seni Arsitektur dan Narasi Islamisasi Nusantara

Oleh : Utiya Amriy Al Madaniy*

Seni merupakan ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni juga dapat diartikan dengan sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan. Seni erat kaitannya dengan kebudayaan. Kebudayaan juga berkaitan dengan akal manusia. Kebudayaan sendiri mengandung arti hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia. Di mana antara kebudayaan dan seni saling berkaitan.

Hubungan antara seni dan kebudayanan adalah sesuatu yang bersumber dari akal manusia atau merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang mengandung unsur keindahan. Berbicara tentang keindahan, Imam al-Ghazali mengemukakan pandangan lain tentang cinta kepada keindahan yang bukan berasal dari cinta-diri, tetapi berasal dari keindahan itu sendiri.

Dalam buku Seni dalam Peradaban Islam karangan M. Abdul Jabbar, M. A., Ph. D tertulis bahwa keindahan Tuhan mengarahkan seeseorang untuk mencintai Dia: “Dengan membuktikan bahwa Tuhan itu indah, niscaya Dia dicintai oleh ia yang mengetahui keindahan dan ketinggian-Nya”. Rasulullah SAW bersabda:”Tuhan itu indah dan mencintai keindahan”.

Pada mulanya, Islam tidak memerlukan sesuatu bentuk kesenian , tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kaum Muslim dari beraneka kebangsaan telah mewujudkan karya-karya bernilai seni sebagai perantara pengungkapan pandangan hidupnya yang khas.

Seni dari kaum Muslim itu pada dasarnya memiliki sifat yang luas. Mereka membangun bentuk-bentuk seni yang kaya yang sesuai dengan perspektif  kesadaran nilai-nilai Islam. Secara perlahan tapi pasti mengembangkan gaya mereka sendiri serta menambah sumbangan yang asli di lapangan kesenian. Ciri-ciri sikap rohanian kaum Muslim nampak pada setiap kegiatan kebudayaan,termasuk kesenian dan kerajinan. Pusat daya normatif seni kaum Muslim adalah Islam itu sendiri. Dalam artikel saya kali ini kita akan lebih mengetahui bagaimana kedudukan seni dalam kebudayaan Islam, terutama seni di bidang arsitektur.

Seni adalah jati diri negeri. Seni mendekte keindahan geografis Nusantara. Para leluhur merepresentasikan alam dengan wujud seni. Seni apapun, seolah dengan upaya tersebut, mereka akan nyawiji. Sebelum  spiritualisme menyatukan Hindu dan Buddha, seperti apa yang diutarakan oleh Mpu Tantular dalam karya Sutasom-nya menuliskan kalimat yang sangat termasyhur berbunyi “Siwa-Buddha Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa.” Artinya, agama Hindu dan Buddha berbeda tetapi satu, sebab kebenaran tidak pernah mendua. Hingga ke belakang spiritualisme menjadi sisi sakral bagi penganut agama-agama di Nusantara. Spiritualisme mengikat dua sisi menjadi satu pelukan. Keindahan variasi itulah, yang beberapa kali digunakan oleh Walisongo dalam Islamisasi Nusantara melalui segala ritme, dinamika sosial kehidupan masyarakat Nusantara.

Arsitektur Islam merupakan wujud perpaduan antara kebudayaan manusia dan proses penghambaan diri seorang manusia kepada Tuhannya. Letaknya berada dalam keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya.

Arsitektur Islam mengungkapkan hubungan geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen, serta makna simbolis yang sangat dalam. Menurut Uka Tjandrasasmita dalam Arkeologi Islam Nusantara, arsitektur Masjid-Masjid terdahulu, dikonstruksi dengan elemen-elemen dekorasi yang ramah Islamisasi. Pergumulan dakwah dalam arsitektur Masjid misalnya, menyiratkan dimensi kebersatuan antara arsitektur agama sebelumnya.

Sehingga mengesankan bagi non-muslim bahwasannya masuk Masjid itu layaknya masuk rumah ibadahnya sendiri. Tanpa ada sikap asing, takut, bahkan terbelakang. Demikianlah Masjid menjadi islamisasi di era awal walisongo dengan arsitektur tradisionalnya. Sekaligus memperkaya khazanah islamisasi nusantara, yang gholab bermuasal dari perdagangan, perkawinan, seni pertunjukan, kesusastraan, hingga arsitektur Islam berupa Masjid ini.

Arsitektur Islam merupakan salah satu jawaban yang dapat membawa pada perbaikan peradaban. Di dalam Arsitektur Islam terdapat esensi dan nilai-nilai Islam yang dapat diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam mengekspresikan esensi tersebut.

Banyak orang Muslim dan non-Muslim yang meragukan fakta bahwa Islam sedikit banyaknya mempunyai hubungan dengan arsitektur. Keraguan mereka itu barangkali karena kedua-duanya. Yang pertama, pihak yang tidak tahu yaitu orang-orang Muslim yang tidak mengetahui bahwa di seluruh dunia Muslim, kesatuan arsitektural merupakan salah satu segi dari ummat di bawah Islam. Sebelum kedatangan Islam, kesatuan arsitektural belum ada. Pada saat itu gaya arsitektur dimana- mana berbeda. Kesatuan arsitektural itu muncul dan hadir bersama-sama Islam.

Karakteristik gaya-gaya arsitektur yang terdapat di seluruh Dunia Muslim itu dilengkapi dan diilhami oleh Islam. Seluruh ketentuan arsitektur yang efektif (tepat guna) telah mereka mulai di jantung negeri Islam (Madinah, Baitul Maqdis, dan Baghdad), dan dari sana menyebar ke seluruh dunia Islam seiring dengan perkembangan Islam. 3. Adalah merupakan suatu kekurangan yang mengerikan apabila Islam mengabaikan pengaruh arsitektur masyarakatnya. Karena arsitektur merupakan ekspresi keindahan kaum muslim sesuai dengan keunikan serta perbedaan pandangannya terhadap realitas, ruang dan waktu, sejarah, umat, dan hubungan organisasinya dengan masyarakat.

Dari sini kita sudah dapat mengetahui bagaimana besarnya kebudayaan Islam dulu. Di mana kebudayaan Islam yang dipandang sebelah mata oleh orang-orang barat yang non Islam telah membuktikan betapa hebatnya Islam di masa lalu yang mempelopori dunia dengan berbagai pemikiran arsitekturnya.

Seharusnya dengan mengetahui hal tersebut kita harus lebih unggul dari barat. Namun fakta sekarang telah berbalik, barat telah lebih keras mempelajari ilmu-ilmu arsitektur dari dunia Islam. Sebagai umat Islam mari kita lebih meningkatkan lagi kejayaan yang telah lama hilang dengan membangun kembali cakrawala ilmu pengetahuan juga termasuk dibidang kebudayaan Islam terutama arsitektur.

*Penulis adalah santri komplek Nurussalam Krapyak

baca juga : 

Dr. TGH. Zainul Majdi M.A Al Hafidh ; “Mu’amalatul Qur’an Adalah Berinteraksi Secara Intens DenganNya Melalui Al Qur’an, Bukan Hanya Membaca dan Menghafal”

Redaksi

Redaksi

admin

522

Artikel