Bulan ramadhan telah memasuki hari ke dua puluh. Artinya, sepuluh hari lagi kita menahan lapar dan dahaga, atau “puasa” sebelum menjemput “hari kemenangan”.
Berpuasa termaktub dalam Syari’at Islam atau kajian Fiqih, terdapat perkara-perkara yang menjadikan puasa itu sempurna dan ada beberapa perkara yang membuat puasa itu menjadi kurang sempurna. Dalam konten ini, mengenai beberapa perkara yang menjadikan puasa bisa dikatakan sempurna, ketika orang yang berpuasa menjalankan apa yang menjadi wajib dan sunahnya puasa.
Akan tetapi ada beberapa perkara yang menjadikan puasa kita kurang sempurna, yaitu ketika kita mengerjakan perkara yang dapat memakruhkan puasa. Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai perkara yang dapat memakruhkan puasa yang, penulis intisarikan dari kitab karangan KH. Zainal Abidin Munawwir yang berjudul Kitab Ash-Shiyam.
Pertama, puasa kita bisa menjadi makruh jika kita saling mencaci. Karena tidak dalam kondisi berpuasa saja kita tidak boleh saling mencaci apalagi dalam kondisi sedang berpuasa. Ketika kita mencaci orang lain, otomatis kita tengah menyinggung perasaan orang lain dan menyakiti perasaan seseorang yang kita caci.
Kedua, mengakhirkan waktu berbuka atau menunda-nunda berbuka. Idealnya, ketika kita sudah mendengar suara adzan diharuskan untuk sesegera mungkin membatalkan puasa. Arti membatalkan puasa tersebut tidak harus makan makanan berat. Asalkan kita telah membatalkan puasa misalnya dengan kemungkinan terendah adalah meminum air putih.
Ketiga, yaitu mencicipi makanan, kecuali ibu-ibu yang mencicipi masakan untuk menyiapkan berbuka puasa. Akan tetapi jika makanan itu sampai ke kerongkongan dapat membatalkan puasa. Sama halnya dengan orang merokok. Jika asap rokoknya sampai ke tenggorokan hukumnya sama seperti makanan tadi, yaitu dapat membatalkan puasa kita.
Keempat, yaitu mengunyah makanan dan sejenisnya, sama ceritanya dengan mencicipi makanan yang tadi telah dijelaskan, dianggap batal ketika makanan itu kita telan dan sampai ke kerongkongan.
Kelima, yang membuat puasa kita makruh, yaitu bersiwak setelah tergelincirnya matahari atau kira-kira masuk waktu sholat Dhuhur. Ini dikarenakan dapat menghilangkan fadhilah yang nantinya kita dapatkan di akhirat nanti, karena bau orang ketika berpuasa di mata Allah SWT itu sama seperti bau minyak Misik.
Jadi, ketika kita bersiwak pada waktu yang dimakruhkan tersebut, di akhirat nanti kita tidak akan mengeluarkan bau Misik yang seharusnya bisa kita dapatkan karena di dunia kita berpuasa dan tidak bersiwak pada waktu yang dimakruhkan.
Keenam, yaitu mencium yang tidak sampai menggerakan syahwat. Contohnya mencium bayi, mencium kerabat sendiri yang satu mahrom. Akan tetapi jika kita mencium dan sampai menggerakan syahwat itu membatalkan puasa kita.
Ketujuh, yang membuat puasa kita makruh, yaitu melihat barang-barang yang halal dengan menimbulkan syahwat misalnya ada seseorang laki-laki melihat tiang listrik dan dia membayangkan tiang listrik itu seperti seorang wanita sampai menimbulkan syahwat, sedangakan tiang listrik itu barang yang halal.
Kedelapan, yang dapat membuat puasa kita makruh, yaitu bekam dan membekam, baik yang dibekam dan yang membekam itu membuat puasa makruh. Mengapa yang membekam dapat membuat puasa kita makruh? Itu karena adanya orang yang dibekam karena ada orang yang membekam tersebut. Jadi baik yang dibekam dan membekam hukumnya sama sama makruh.
Perkara terakhir yang membuat puasa kita makruh, yaitu masuk pemandian umum. Karena ketika kita masuk ke tempat pemandian umum kita akan membayangkan orang mandi dengan membuka aurat. Walaupun disitu kenyataannya tidak ada orang yang membuka aurat, tetapi jika ada orang yang mandi dengan membuka aurat dan orang tersebut melihatnya, hukumnya haram. [Indah Fi/R2]