Jejak Perjuangan Santri: Kontribusi dan Representasi dalam Perjuangan Kemerdekaan

Jejak Perjuangan Santri: Kontribusi dan Representasi dalam Perjuangan Kemerdekaan

Almunawwir.com-17 Agustus 1945, sebuah momen bersejarah yang mengilhami semangat dan tekad perjuangan bangsa Indonesia. Kibaran sang Merah Putih mengisyaratkan lahirnya sebuah negara merdeka, terbebas dari ‘penjajahan’. 

Dalam perjalanan menuju kemerdekaan, peran santri tidak bisa diabaikan. Para santri tergabung dalam barisan pejuang untuk mengusir penjajah. Tak hanya itu, keterlibatan santri dapat dilihat dalam berbagai bidang, seperti menjadi aktivis pergerakan nasional, politik, diplomasi, serta peran pentingnya dalam pendidikan dan penyebaran ideologi kemerdekaan. 

Lantas bagaimana dengan hari ini? 78 tahun sudah Indonesia merdeka, namun bentuk ‘penjajahan’ itu kian bertumbuh subur. Penjajahan yang tak berasal dari bangsa lain, justru berasal dari kita sendiri. Mampukah kita berkaca pada perjuangan kemerdekaan yang dahulu pernah para ‘santri’ lakukan dalam melawan penjajah?

Sumber: Google

Menurut Cak Nun, kata “santri” dianggap identik dengan “cendekiawan” yang diharapkan mampu membaca realitas zaman untuk kemudian diterjemahkan ke dalam pikiran-pikiran yang mencerahkan sehingga dapat memimpin jalannya umat.

Akan tetapi kemajuan teknologi yang semakin masif seringkali membuat kita ‘hari ini’ justru banyak terkecoh oleh berbagai hal yang bisa mengubah fokus tugas utama santri ke hal lain yang tidak bermanfaat. 

Ya, bentuk memperjuangkan kemerdekaan sekarang bukan lagi melawan penjajah, tetapi melawan berbagai distraksi yang semakin banyak dan berkembang. Bentuk distraksi ini bermacam-macam, seperti distraksi digital, distraksi mental, distraksi sosial, distraksi emosional dan sebagainya.

Sederhana saja, misalnya ketika sedang fokus menghafal atau murojaah pelajaran, alih-alih fokus terhadapnya, malah iseng scroll media sosial hingga perhatiannya teralihkan. 

Baca Juga:

Pertanyaan mendasar, bagaimana ini bisa terjadi? Seorang akademisi dari Universitas Calivornia, Dr. Larry Rosen mengungkapkan bahwa manusia sangat gampang terdistraksi dengan beberapa alasan berikut,

  • Takut ketinggalan atau biasa disebut Fomo.
  • Nomophobia, kegelisahan atau ketergantungan yang muncul ketika seseorang merasa terputus dari teknologi komunikasi mereka, terutama ponsel.
  • Fear of Being Offline atau FOBO adalah ketika merasa hilang koneksi. 

Namun dengan merepresentasikan ‘etos santri’ dalam memperjuangkan kemerdekaan, kaum santri hari ini dapat menjadi garda terdepan dalam menghadapi problem ini. Dahulu para santri berjuang untuk kemerdekaan dari penjajah, saat ini santri berjuang melawan berbagai macam distraksi yang justru dapat menyalahgunakan ‘kemerdekaan’ itu.

Dahulu semangat kemandirian santri tercermin dari keikutsertaannya dalam politik, saat ini semangat kemandirian itu ditunjukkan melalui bagaimana cara santri bisa menyeimbangkan antara dunia maya dan dunia nyata. 

Selain itu, hambatan dan tantangan yang dahulu mereka hadapi dengan mempertaruhkan nyawa dan fisik di medan perang, kini berbeda. Saat ini santri dihadapkan dengan tantangan untuk mengelola berbagai bentuk distraksi yang amat mempengaruhi produktivitas, mental, dan interaksi sosial. Perjuangan ini membutuhkan ketekunan dan kemauan untuk bisa beradaptasi dengan perubahan zaman. 

Dari sini dapat terlihat bahwa perjuangan kemerdekaan santri dahulu dengan sekarang memiliki kesamaan dalam semangat, nilai-nilai, dan tekad untuk merdeka meskipun konteksnya berbeda. Dengan tetap merengkuh nilai-nilai disiplin dan semangat juang, kini santri sangat bisa menjadi pionir dalam menghadapi hambatan serta tantangan yang semakin meresahkan.

Maka dari itu, kita dapat bersama-sama mengatasi distraksi, menjaga produktivitas, dan memanfaatkan kemerdekaan pikiran dan tindakan dengan tepat di tengah gempuran arus modernisasi. Wallahu a’lam 

Editor: Redaksi

Baca Juga:

Linda Diningsih

Linda Diningsih

Linda Diningsih

4

Artikel