Almunawwir.com-Manusia akan terpenuhi semua kebutuhannya di surga. Mereka tidak akan merasakan lapar, haus, telanjang, atau tidak memiliki tempat tinggal. Hal ini berbeda dengan manusia di dunia yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
اِنَّ لَكَ اَلَّا تَجُوْعَ فِيْهَا وَلَا تَعْرٰى ۙ وَاَنَّكَ لَا تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحٰى
(118.) Sesungguhnya (ada jaminan) untukmu bahwa di sana engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. (119.) Sesungguhnya di sana pun engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa terik matahari.”\
Menurut Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya, Al-Kasyaf, dua ayat ini membahas tentang kebutuhan dasar manusia dan bagaimana kebutuhan tersebut terpenuhi di surga. Kebutuhan dasar manusia diumpamakan sebagai empat poin yang menjadi dasar kehidupan, yaitu:
Pertama, kenyang (الشبع); Kebutuhan akan makanan dan minuman. Kedua, rasa puas (الرىّ); Kebutuhan akan rasa haus. Ketiga, pakaian (الكسوة); Kebutuhan akan pakaian untuk menutupi aurat dan melindungi diri dari cuaca. Keempat, tempat tinggal (الكِنُّ); Kebutuhan akan tempat tinggal yang aman dan nyaman.
Penggunanaan kata (لَا) untuk menekankan kebalikan dari kebutuhan dasar tersebut, yaitu:
Pertama, lapar (الجوع): Rasa ingin makan yang tidak terpenuhi. Kedua, telanjang (العرى); tidak berpakaian atau berpakaian dengan tidak sempurna. Ketiga, haus (الظمأ); Rasa ingin minum yang tidak terpenuhi. Keempat, sengatan panas matahari (الضحو); Rasa panas yang sangat menyengat.
Macam bentuk kesusahan ini untuk mengingatkan manusia agar mereka menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan mereka merasakan kesusahan tersebut di neraka.
Imam Al-Alusi dalam kitab tafsir Ruhul Ma’ani menjelaskan alasan mengapa Allah SWT memisahkan antara lapar dan haus, serta telanjang dan panas dalam firman-Nya. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa masing-masing kebutuhan tersebut memiliki karakteristik unik dan tidak dapat disamakan.
Alasan pemisahan tersebut ialah,
Lapar dan haus merupakan kebutuhan batiniah yang tidak terlihat secara fisik, sedangkan telanjang dan panas merupakan kebutuhan lahiriah yang terlihat jelas. Lapar merupakan kebutuhan yang bersifat “kosong di dalam” (خُلُوُّ الباطِنِ), sedangkan telanjang merupakan kebutuhan yang bersifat “kosong di luar” (خُلُوُّ الظّاهِرِ). Haus dapat menyebabkan panas di dalam tubuh (حَرارَةُ الباطِنِ), sedangkan panas matahari dapat menyebabkan panas di tubuh bagian luar (حَرارَةُ الظّاهِرِ).
Contoh gambaran empat kesusahan ketika kebutuhan primer tidak terpenuhi dalam kehidupan sehari-hari:
- Seseorang yang telanjang akan merasa malu dan tidak nyaman di depan orang lain.
- Seseorang yang haus akan menunjukkan tanda-tanda seperti kering di tenggorokan dan sulit menelan.
- Seseorang yang lapar mungkin merasa lemas dan pusing, tetapi orang lain tidak selalu menyadarinya.
- Seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal mungkin merasa kedinginan, kelaparan, dan tidak aman. Orang lain bisa jadi melihat kondisi demikian.
Banyak ulama seperti Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menanggapi dengan mengatakan bahwa pemisahan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa masing-masing dari keempat hal itu adalah nikmat yang unik. Jika lapar dan dahaga bercampur, ada kemungkinan bahwa seseorang akan merasakan satu kesenangan saja. Hal ini juga berlaku jika telanjang dan paparan cahaya matahari bercampur.
Lapar dan haus merupakan kebutuhan yang berbeda dari telanjang dan ketiadaan tempat tinggal. Telanjang dan ketiadaan tempat tinggal dapat dilihat secara kasat mata, sehingga kebutuhan ini dapat dengan mudah diamati dan disadari oleh orang lain. Hal ini dapat membuat individu yang mengalaminya merasa malu dan terhina.
Sebaliknya, kelaparan dan haus adalah kebutuhan yang bersifat batiniah dan tidak selalu terlihat secara kasat mata. Hal ini dapat membuat individu yang mengalaminya merasa tersiksa secara batin, meskipun orang lain tidak menyadarinya. Oleh karena itu, ayat 118 menggandengkan dua kebutuhan, lahiriah dan batiniah, dan ini diperkuat lagi oleh ayat 119, yang juga menggandengkan kebutuhan lahiriah dan batiniah.
Penting untuk ditekankan bahwa usaha untuk memenuhi kebutuhan primer dan menerima apa yang ada, meski sekedarnya, adalah hal dasar yang harus ditanamkan. Kebutuhan primer, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal, merupakan dasar bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun mungkin tidak selalu mudah untuk memperoleh semua kebutuhan ini secara optimal, usaha untuk memenuhinya adalah sebuah tanggung jawab dan keharusan. Wallahu a’lam bisshawaab
Penulis:
Muhammad Nahjul Fikri (Santri Komplek IJ Al Masyhuriyyah, Penyuka Kajian Tafsir Al-Qur’an)