Almunawwir.com – Lailatul Qur’an merupakan rangkaian acara “Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara” sukses diselenggarakan dan disambut penuh antusias oleh ulama Al-Qur’an se-Nusantara, di antaranya Prof. Said Agil Husin Al-Munawwar.
Acara yang bertempat di halaman Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta pada Rabu malam (16/11/22) ini menghadirkan 3 narasumber fenomenal, salah satunya yaitu Habib Prof. Dr. K.H. Said Agil Husin Al-Munawwar, M.A. Beliau populer sebagai ulama bidang ulumul hadits, fiqh-ushul fiqh, dan maqom-maqom (langgam) dalam membaca Al-Qur’an.

Pada rangkaian acara “Lailatul Quran”, Kyai Said Agil Husin Al-Munawwar membacakan senandung qira’ah. Beliau membawakan 3 surah Al-Qur’an dengan variasi langgam.
Baca juga: [Potret Panitia] Harapan Baik dalam Pesan Kesan Multaqa 2022
Pertama, Surah Fathir ayat 29-30. Kedua, surah Al-‘Alaq ayat 1-5. Ketiga, surah Al-Ikhlas. Ketiga surah tersebut amat berhubungan dengan acara Multaqa perdana ini, yang mengangkat tema permasalahan kurikulum pendidikan al-Qur’an wasathiyah.
Hadirin mendengarkan lantunan ayat suci dengan khidmat. Beberapa juga mengabadikan momen tersebut dalam kamera gawainya.
Menariknya, Dewan Hakim MTQ Internasional asal Palembang ini tak hanya cakap dalam kemampuan qiro’ah (senandung Al-Qur’an). Namun juga dibarengi dengan keilmuan mendalam mengenai agama, seperti : tafsir, hadits, dan fiqh-ushul fiqh. Gaya penyampaian beliau sebagai narasumber acara “Lailatul Qur’an” sangatlah teliti, berdaging, dan hafal diluar kepala.
Baca juga: KH. M. Maftuh Basthul Birri, Sang Pendekar Al-Qur’an Lirboyo.
Hal ini sejurus dengan apa yang Syekh Mahir Hasan al-Munajjid (ulama Timur Tengah) sampaikan bahwa seorang ulama Al-Qur’an tidak hanya hafal Al-Qur’an, namun juga menguasai bidang-bidang keilmuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, atau kata lain Al Qari’ al ‘Alim.
Umur 5 tahun sudah menjadi Qari’ di mana-mana, Kyai Said Agil mengaku memegang dhawuh ayahnya bahwa boleh belajar variasi langgam Al-Qur’an pada banyak guru, namun syaratnya harus secara talaqqi wal musyafahah (bertatap muka) supaya tidak terjadi salah baca.
Mengenai metode belajar Al-Qur’an, beliau berpesan,
“Cepat hafalan itu perlu, namun tidak sampai menghilangkan perhatian terhadap tajwid dan makhorijul huruf“.
Ujarnya.
Selain itu, beliau juga menekankan pentingnya sanad dalam disiplin setiap ilmu. Melalui beliau para santri belajar bahwa ilmu Al-Qur’an itu tidak akan pernah habis dipelajari, meski jasad akan habis digerogoti usia.
Maka, hal ini perlu menjadi refleksi bagi santri Al-Munawwir khususnya dan seluruh santri Nusantara umumnya untuk tidak merasa puas dengan membaca atau menghafal Al-Qur’an semata, namun juga menambah wawasan agama dan keilmuan yang terikat dengan Al-Qur’an.