Waspada Praktek Judi dalam Lomba Agustusan, Bagaimana Solusinya?

Waspada Praktek Judi dalam Lomba Agustusan, Bagaimana Solusinya?

Almunawwir.com- Merayakan hari ulang tahun kemerdekaan merupakan suatu hal positif. Bahkan bisa bernilai ibadah jika itu menjadi implementasi rasa syukur atas kenikmatan yang Allah berikan berupa kemerdekaan. Tetapi kalau ada kekeliruan dalam proses perayaanya, maka wajin dipertimbangkan dan dikaji ulang.

Maksud penulis dalam poin ini adalah kebiasaan penyelenggaraan lomba Agustusan. Nah, memangnya ada apa dengan lomba Agustusan? Bukankah itu suatu hal mubah? Bahkan dalam prakteknya justru menjadi ajang terjalinnya silaturrahim antar masyarakat.

Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah perlombaan-perlombaan yang disertai iuran dari para peserta. Lomba berbayar pada dasarnya diperbolehkan selama terbebas dari praktik perjudian.

Dalam pembahasan fikih, ketika beberapa orang mengeluarkan sejumlah uang sebagai syarat mengikuti perlombaan, lalu uang yang terkumpul itu diberikan kepada orang yang memenangkan lomba tersebut, maka itu termasuk judi.

Sumber: magelangekspres.com

Ibaratnya, ketika seseorang membayar lima ribu untuk iuran mengikuti lomba, lalu ketika kalah uangnya hilang dan ketika menang maka akan mendapat lima puluh ribu, maka ini termasuk judi. Ada skema untung rugi di sini. Imam al-Bajuri menuturkan:

الْقِمَارُ الْمُحَرَّمُ كُلُّ لَعَبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمٍ وَغَرَمٍ

“Judi yang diharamkan adalah semua bentuk permainan yang masih simpang siur antara untung dan ruginya,” (Hasyiyatul Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, II/310)

Syekh Muhammad Salim Bafadhol menegaskan:

(كُلُّ مَا فِيهِ قِمَارٌ)

وَصُورَتُهُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهَا أَن يَخْرُجَ الْعِوَضُ مِنَ الْجَانِبَينِ مَعَ تَكَافُئِهِمَا وَهُوَ الْمُرَادُ مِنَ الْمَيْسِرِ فِي الآيَةِ. وَوَجْهُ حُرمَتِهِ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مُتَرَدِّدَ بَيْنَ أن يَغْلِبَ صَاحِبَهُ فَيَغْنَمَ.

“(Setiap kegiatan yang mengandung judi) Model perjudian yang disepakati adalah hadiah berasal dari dua pihak yang setara, itulah yang dimaksud al-maisir dalam ayat al-Qur’an. Alasan keharamannya adalah masing-masing dari kedua pihak masih simpang siur antara mengalahkan lawan dan keuntungan (atau dikalahkan dan mengalami kerugian).” (Is’adur Rafiq, II/102)

Baca Juga:

Macam-macam Bentuk Sumber Dana Perlombaan

Merujuk dari kitab Mu’nisul Jalis Syarh Yaqutun Nafis, Syeikh Mushtofa mengklasifikasikan sumber hadiah lomba menjadi empat model. Pertama, hadiah berasal dari pihak luar selain peserta lomba. Misal dari sponsor tertentu, pejabat, atau orang dermawan.

Kedua, hadiah perlombaan berasal dari salah satu peserta lomba. Misalnya si A dan B lomba balap kuda. Kata si A, “Jika kamu menang, maka akan saya berikan satu juta, dan jika saya yang menang, kamu tidak perlu memberiku apa-apa”. Kedua model ini hukumnya juga boleh.

Ketiga, hadiah bersumber dari iuran semua peserta. Maka ini haram, karena termasuk judi. Ada skema untung rugi di sini. Keempat, hadiahnya diambil dari semua peserta tapi dengan diikutkan seseorang sebagai muhallil (pihak yang dapat melegalkan). Muhallil ini mengikuti lomba sebagaimana mestinya dan berhak dapat hadiah jika nanti menang, tapi dia tidak ikut membayar iuran. Maka ini halal.

Dengan catatan, muhallil ini harus dari orang yang punya kompetensi untuk bersaing, memang punya peluang untuk menang, bukan hanya sekedar ikut-ikutan lomba. Alias bukan “pupuk bawang”.

Misalnya, masing-masing dari si A dan B sepakat mengeluarkan iuran hadiah bagi siapapun yg menang. Si A mengatakan ke B, “kita buat lomba balap kuda dengan syarat si C (pihak muhallil) ikut juga, jika kamu menang maka saya akan berikan 1 juta, jika saya menang maka kamu memberikan saya 1 juta, dan jika si C menang maka ia mendapatkan iuran dari kita berdua, dia tidak ikut membayar jika salah satu dari kita yg menang”.

Hal seperti ini wajib diketahui oleh para pelaku perlombaan, terlebih bagi panitia yang mengadakan event tersebut. Sayangnya, banyak yang menjaga dirinya dari judi tapi ketika Agustusan malah jatuh pada judi sebab tidak mengerti.

Lantas, Bagaimana Solusinya?

Sebenarnya, boleh saja mengambil iuran dari peserta lomba, tapi bukan untuk hadiah. Dana yang terkumpul bisa dialokasikan untuk keperluan lomba, seperti pengadaan sarana prasarana, honor wasit, atau konsumsi para pelaku lomba.

Solusinya agar tidak jatuh pada judi, maka hadiahnya tidak boleh dari uang yang dikumpulkan dari peserta lomba. Hadiahnya bisa dari sponsor, uang kas desa atau dari para dermawan yang tidak ikut perlombaan. Dengan demikian tidak ada untung rugi yang dialami oleh peserta.

Dalam skema ini, akadnya bukan judi tetapi akad ju’alah (sayembara) yang sah secara fikih. Untuk itu, jika hadiah tidak diambilkan dari uang pendaftaran masing-masing peserta, tetapi dari sumber dana lain semisal donatur atau sponsor, atau ada salah satu peserta yang tidak ditarik biaya pendaftaran, maka tidak termasuk praktik perjudian. Selain pengalokasian dana lomba, jenis perlombaan juga harus berupa hal-hal yang tidak dilarang oleh syariat. Wallahu a’lam.

Editor: Redaksi

Baca Juga:

Abdillah Amiril Adawy

Abdillah Amiril Adawy

AbdillahAdawy

Santri Komplek Madrasah Huffadz 1

20

Artikel